LAPORAN TUTORIAL
BLOK KARDIOVASKULER
SKENARIO 2
DEFEK SEPTUM VENTRIKEL
Disusun oleh :
FEBRIAN F N
G0007071
KELOMPOK 7
TUTOR : dr. Reviono Sp.P
Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam beberapa dasawarsa terakhir ini angka kejadian beberapa penyakit non-infeksi makin menonjol , baik di negara maju maupun negara berkembang. Perbaikan tingkat sosial ekonomi telah membawa perubahan pola penyakit. Penyakit infeksi serta defisiensi gizi makin lama makin menyurut, sedangkan pelbagai penyakit non-infeksi, termasuk penyakit kongenital makin meningkat. Peristiwa tersebut juga terjadi dalam bidang kardiologi. Di Indonesia, walaupun belum ada data PJB yang akurat, namun masalah PJB jelas telah memerlukan perhatian yang sungguh-sungguh baik dari dokter umum maupun spesialis. Data Polildinik Jantung Anak di Bagian Anak FKUI—RSCM1 melaporkan peningkatan jumlah pengunjung dari 241 menjadi 512 pada tahun 1970 dan 1973. Jumlah PJB (72%) lebih tinggi dari Penyakit Jantung Didapat (28%), dan jumlah konsultasi berasal dari Dokter umum (47%) tidak jauh berbeda dari dokterspesialis (53%).
Oleh karena itu, pengetahuan tentang penyakit jantung bawaan sangat diperlukan bagi mahasiswa kedokteran dalam menunjang standart kompetensi pendidikan dokter. Dalam laporan ini, penulis tidak membahas semua PJB. Namun, penulis hanya membahas PJB yang berhubungan dengan kasus dan yang menjadi standart kompetensi dokter umum.
B. Analisis Masalah
Laki-laki 10 tahun.
Batuk pilek, cepat lelah, nafsu makan terganggu.
Pernah menderita kelainan jantung.
Lahir prematur. Tumbuh kembang normal.
Pemeriksaan fisik : tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 90x/menit.
Inspeksi : normal.
Palpasi : iktus kordus di SIC V 2 cm lateral linea medioclavicularis. Tidak ada thrill.
Perkusi : Batas jantung di SIC V 2cm lateral linea medioklavikularis.
Auskultasi : Bising pansistolik punctum maksimum SIC IV-V parasternal kiri.
Pemeriksaan hematologi : normal.
EKG : aksis ke kiri, LVH, LAH.
Foto polos : CTR 0,60, apeks ke lateral bawah.
Dari skenario di atas didapatkan masalah-masalah, yaitu :
a) Bagaimana patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari keluhan-keluhan penderita?
b) Apa hubungan antara penyakit ayahnya dengan penyakit yang dikeluhkan pasien sekarang?
c) Bagaimana hubungan antara faktor resiko dengan keluhannya saat ini?
d) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pasien?
e) Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ?
C. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme keluhan-keluhan pada PJB.
b) Mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan gangguan pada PJB.
c) Menentukan diagnosis secara sistematis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
d) Mengetahui cara pencegahan, terapi serta prognosis dari gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus di atas.
D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah :
a. membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik;
b. mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar;
c. menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada sistem kardiovaskuler; dan
d. menambah pengetahuan mahasiswa tentang terapi dan pencegahan penyakit pada sistem kardiovaskuler.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Embriogenesis Jantung
Embriogenesis jantung merupakan serangkaian proses yang kompleks. Untuk keperluan pemahaman , proses yang rumit tersebut dapat disederhanakan menjadi empat tahapan, yaitu : 1. Tubing, yaitu tahapan ketika bakal jantung masih merupakan tabung sederhana; 2. Looping, yakni suatu peristiwa kompleks berupa perputaran bagian-bagian bakal jantung dan arteri besar (aorta dan a. Pulmonalis); 3. Septasi, yakni proses pemisahan bagian-bagian jantung serta arteri besar dengan pembentukan berbagai ruang jantung; 4. Migrasi, yakni pergeseran bagian-bagian jantung sebelum mencapai bentuk akhirnya. Perlu diingat bahwa keempat proses tersebut benar-benar merupakan proses yang terpisah, namun merupakan rangkaian proses yang saling tumpang tindih1.
Sirkulasi darah pada janin dan bayi terdapat perbedaan, antara lain :
1. Pada janin terdapat pirau intrakardiak (foramen ovale) dan pirau ekstrakardiak(duktus arteriosus Botalli, duktus venosus Arantii) yang efektif. Arah pirau adalah dari kanan ke kiri, yakni dari atrium kanan ke kiri melalui foramen ovale dan dari a.pulmonalis menuju ke aorta melalui duktus arteriosus. Pada sirkulasi pascalahir pirau intra- maupun ekstra kardiak tersebut tidak ada.
2. Pada janin ventrikel kiri dan kanan bekerja serentak, sedang pada keadaan pasca lahir ventrikel kiri berkontraksi sedikit lebih awal dari ventrikel kanan.
3. Pada janin ventrikel kanan memompa darah ke tempat dengan tahanan yang lebih tinggi, yakni tahanan sistemik, sedang ventrikel kiri melawan tahanan yang rendah yakni plasenta. Pada keadaan pasca lahir ventrikel kanan akan melawan tahanan paru, yang lebih rendah daripada tahanan sistemik yang dilawan ventrikel kiri.
4. Pada janin darah yang dipompa oleh ventrikel kanan sebagian besar menuju ke aorta melalui duktus arteriosus, dan hanya sebagian kecil yang menuju ke paru. Pada keadaan pasca lahir darah dari ventrikel kanan seluruhnya ke paru.
5. Pada janin paru memperoleh oksigen dari darah yang mengambilnya dari plasenta; pasca lahir paru memberi oksigen kepada darah.
6. Pada janin plasenta merupakan tempat yang utama untuk pertukaran gas, makanan, dan ekskresi. Pada keadaan pascalahir organ-organ lain mengambil alih berbagai fungsi tersebut.
7. Pada janin terjamin berjalannya sirkuit bertahanan rendah oleh karena terdapatnya plasenta. Pada keadaan pasca lahir hal ini tidak ada.2,3,5
Definisi Penyakit Jantung Bawaan
PJB ialah kelainan "susunan" jantung, "mungkin" sudah terdapat sejak lahir. Perkataan "susunan" berarti menyingkirkan aritmia jantung, sedangkan "mungkin" sudah terdapat sejak lahir berarti tidak selalu dapat ditemukan selama beberapa minggu/bulan setelah lahir.5
Etiologi Penyakit Jantung Bawaan
Sebenarnya sulit sekali menentukan penyebab PJB secara tepat. Berdasarkan data kepustakaanl 1,3 disimpulkan 3 kelompok faktor etiologi PJB berikut :
1. faktor genetik (biasanya merupakan bagian dari sindroma tertentu).
2. faktor lingkungan/faktor eksterna (obat, virus, radiasi) yang terdapat sebelum kehamilan 3 bulan. Hipoksia pada waktu persalinan dapat mengakibatkan tetap terbukanya ductus arteriosus pada bayi.
3. interaksi dari faktor genetik dan faktor lingkungan.1,5
Defek Septum Ventrikel (Ventricular Septal Defect, VSD)
VSD merupakan kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa terdapatnya lubang pada septum interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri. Secara normal lubang tersebut akan menutup selama akhir minggu keempat massa embrio. Lubang tersebut dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan. VSD merupakan penyakit kelainan bawaan yang paling sering ditemukan sekitar 30,5 %. Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu: 1) perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars membranaceae septum interventricularis, 2) subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah septum infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal, 3) muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis.1
Adanya lubang pada septum interventrikularis memnungkian terjadinya aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan oleh karena gradien tekanan sehingga aliran darah ke paru bertambah. Gambaran klinis tergantung dari besarnya defek dan aliran darah (shunt) serta besarnya tahanan pembuluh darah paru. Apabila defek kecil atau restriktif tidak tampak adanya gejala (asimptomatik). Pada defek kecil gradien tekanan ventrikel kiri dan kanan sebesar > 64 mmHg, tekanan sistolik ventrikel kanan dan resistensi pulmonal normal. Pada defek moderat dengan restriksi gradien tekanan ventrikel kiri dan kana berkisar 36 mmHg, resistensi pulmonal dan tekanan sistolik ventrikel kanan meningkat namun tidak melebihi tekanan sistemik. Pada keadaan ini, ukuran ventrikel kiri dan atrium kiri dapat membesar akibat bertambahnya beban volume. Defek besar non-restriktif akan ditandai dengan tekanan systole ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama sehingga terjadi penurunan aliran darah dari kiri ke kanan, bahkan dapat terjadi aliran darah dari kanan ke kiri. Pada keadaan ini memberikan keluhan seperti sesak napas dan cepat capek serta sering mengalami batuk dan infeksi saluran napas berulang. Hal ini mengakibatkan gangguan pertumbuhan. Dalam perjalanannya, beberapa VSD dapat menutup secara spontan (tipe perimembranous dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal, hipertrofi infundibuler, atau prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial dan perimembranous).1,2
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan bising holosistolik (pansistolik) yang terdengar selama fase sistolik, keras, kasar di atas tricuspid di sela iga 3-4 parasternal kiri menyebar sepanjang parasternal dan apex cordis. Bising ini sudah dapat terdengar selama defek VSD kecil. Bising mid-diastolik dapat didengar di apex cordis akibat aliran berlebihan. Pada VSD sering bersifat non-sianotik kecuali apabila terjadi eisenmengerisasi (terjadi aliran shunt kanan ke kiri). pada penderita VSD dengan aliran shunt yang besar bias any terlihat takipneu, aktivitas ventrikel kiri meningkat dan dapat teraba thrill sistolik. Apabila terjadi aliran shunt dari kanan ke kiri dengan defek besar akan tampak stenosis dengan jari-jari tabuh (clubbing of finger). Pada defek cukup besar dapat terjadi komplikasi berupa stenosis infundibuler, prolaps katup aorta, insufiensi aorta, hipertensi pulmonal dan gagal jantung.4 Pada pemeriksaan foto thorax didapatkan kardiomegali dengan pembesaran ventrikel kiri., vaskularisasi paru meningkat (plethora) dan bila terjadi penyakit vaskuler paru tampak pruned tree (seperti pohon tanpa ada cabang-cabangnya), disertai penonjolan a. pulmonal. Pada elektrokardiogram dapat ditemukan hipertrofi ventrikel kiri dan mungkin hipertrofi atrium kiri. bila terdapat hipertrofi kedua ventrikel dan deviasi sumbu QRS ke kanan maka perlu dipikirkan adanya hipertensi pulmonal atau hipertrofi infundibulum ventrikel kanan. Dengan ekokardiografi M-mode dapat ditemukan dimensi ventrikel kiri, atrium dua dimensi untuk menentukan ukuran dan lokasi defek Doppler dan berwarna, menentukan arah dan besarnya aliran yang melewati defek.4
BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario ini, pasien sering mengalami batuk pilek, cepat lelah, mempunyai riwayat lahir prematur, bila menangis bibir tidak tampak kebiruan, napsu makan sedikit terganggu, tumbuh kembang masih dalam batas normal dan pada waktu balita pernah didiagnosis mempunyai kelainan jantung. Pada pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti EKG dan foto torak didapatkan adanya kardiomegali terutama pembesaran pada ventrikel dan atrium kiri (axis ke kiri), sedangkan tekanan darah, denyut nadi dan pemeriksaan hematologi rutin pasien normal. Selain didapatkan adanya kardiomegali, pada pemeriksaan fisik juga didapatkan adanya bising pansistolik dengan punctum maksimum di SIC IV-V parasternal kiri dan pada ektremitas tidak didapatkan adanya jari tabuh dan sianosis.
Berdasarkan hasil pemeriksaan di atas, penulis mendiagnosis bahwa pasien menderita kelainan jantung bawaan, lebih tepatnya penyakit VSD (Ventricel Septal Defect). Sedangkan Diferensial Diagnosisnya antara lain : ASD Primer (Atrium Septal Defect), Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, Stenosis Aorta, PDA (Persistent Duktus Arteriosus) dan Coarctatio Aorta. Alasan mengapa penulis menyebutkan kelainan-kelainan di atas, adalah karena pasien tidak menunjukkan adanya gejala sianotik dan mengalami hipertrofi ventrikel dan atrium kiri. Menurut dr. Ninik Purwaningtyas. Sp.JP : kelainan jantung bawaan non sianotik yang menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel dan atrium kiri adalah VSD, ASD Primer, Insufisiensi Mitral, Insufisiensi Aorta, Stenosis Aorta, PDA dan Coarctatio Aorta.
Pada penyakit ASD Primer, sesak napas dan rasa capek sering merupakan keluhan awal, demikian juga pula dengan infeksi napas yang berulang. Hal ini hampir sama seperti keluhan pasien skenario ini, akan tetapi pada penyakit ini pemeriksaan fisik akan didapatkan wide fixed splitting bunyi jantung II (walaupun tidak selalu ada), bising sistolik tipe injeksi pada daerah pulmonal, bising mid diastolik pada daerah trikuspid, pada pemeriksaan EKG menunjukkan axis ke kanan (menunjukkan adanya pembesaran atrium dan ventrikel kanan). Pembesaran ruang jantung kiri (ventrikel dan atrium kiri) akan terjadi apabila derajat penyakit sudah parah.
Kelainan Insufisiensi Mitral (Mitral Regurgitation) mempunyai bising yang khas yang merupakan tanda utama kelainan ini, yaitu bising holosistolik/pansistolik yang meliputi bunyi jantung I sampai bunyi jantung II, murmur ini biasanya bersifat blowing akan tetapi juga bisa bersifat kasar. Punctum maximum bising tersebut terdengar di apeks dan menjalar ke aksila. Hal ini berbeda dengan hasil pemeriksaan fisik di skenario di mana punctum maximum bising pansistolik-nya terletak di SIC IV-V parasternal kiri, sedangkan apeks jantung terletak di SIC IV-V linea midclavicularis kiri.
Pada Insufisiensi Aorta (Aorta Regurgitation) terdapat murmur yang khas, yaitu Austin Flint Murmur (akibat adanya aliran darah balik Aorta yang menabrak cuspis anterior katup mitral) atau bising mid/late diastolik. Untuk kelainan karena stenosis aorta, pada pemeriksaan fisik akan ditemukan paradoxical splitting pada bunyi jantung II dan pulsus parvus et tardus. Pada auskultasi akan didapatkan diamond shaped murmur sistolik, pada pasien dewasa muda akan terdengar bunyi ejeksi sistolik (klik) pada apeks dan akan tampak gambaran dilatasi post aortic stenosis pada foto rontgen dada. Pada penyakit PDA akan didapatkan bising yang kontinyu (machinery murmur) pada garis sternal kiri atas menyebar ke belakang. Pada Coarctatio Aorta, pasien akan mengalami hipertensi bagian atas, sehingga pasien mempunyai gejala yang khas seperti sakit kepala, perdarahan hidung, melayang, tinnitus, tungkai dingin, angina abdomen. Pada pemeriksaan fisik juga akan didapatkan bahwa tekanan sistolik pada lengan lebih tinggi daripada tungkai sedangkan tekanan diastoliknya normal. Pada foto rontgen dada, akan didapatkan adanya dilatasi aorta asenden, kinking atau gambaran double contour di daerah aorta desenden sehingga terlihat gambaran seperti angka tiga di bawah aortic knob, serta pelebaran bayangan jaringan lunak dari arteri subklavia kiri. Dari penjelasan kelainan di atas, diketahui bahwa adanya perbedaan antara hasil pemeriksaan pada skenario dengan hasil pemeriksaan kelainan tadi, sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa pasien tidak sedang menderita penyakit tersebut.
Kelainan jantung bawaan terakhir yang akan penulis bahas adalah VSD. Penderita VSD dengan aliran pirau yang besar biasanya terlihat takipneu, aktivitas ventrikel yang meningkat dan dapat teraba thrill sistolik, komponen pulmonal bunyi jantung kedua mengeras bila telah terjadi hipertensi pulmonal. Pada pemeriksaan auskultasi akan terdengar bising pansistolik/holosistolik yang terdengar keras (punctum maximum) di SIC III-IV parasternal kiri yang menyebar sepanjang parasternal dan apeks. Pemeriksaan EKG dan foto toraks akan terlihat kardiomegali akibat LVH dan LAH. Adanya kesamaan hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada kasus di skenario dengan hasil pemeriksaan yang biasa didapatkan pada penderita VSD inilah, yang menjadi alasan mengapa penulis mendiagnosis bahwa anak pada skenario II menderita VSD. Defek kecil pada VSD bersifat benigna, dan dapat menutup spontan tergantung tipenya dan biasanya tidak mengganggu pertumbuhan, sekitar 90% pasien mengalami penutupan spontan pada usia 10 tahun, karena defek septum ini menutup dengan bertambahnya usia kecuali defek sub aortic, sub pulmonik atau defek tipe kanal. Oleh karena itu diperlukan satu lagi pemeriksaan penunjang, yaitu ekokardiografi untuk mengetahui lokasi defek (tipe defek), ukuran defek, arah dan gradien aliran serta kelainan lainnya, sehingga arah penatalaksanaan pada pasien jelas.
Batuk pilek pada pasien kemungkinan karena basahnya traktus respiratorius yang basah sebagai akibat transudasi cairan akibat peningkatan tekanan intravaskuler pada kapiler paru, sehingga saluran napas rentan mengalami infeksi. Gejala cepat lelah timbul sering kali akibat curah jantung yang rendah dan perfusi aliran darah perifer yang kurang. Pada ekstremitas tidak terlihat jari tabuh dan sianosis menunjukkan adanya hipoksia pada jaringan perifer tubuh, pada kasus VSD gejala ini muncul apabila sudah terjadi sindrom Eisenmenger di mana terjadi aliran dari kanan ke kiri sehingga tercampurnya darah kaya oksigen dengan yang miskin oksigen. Sedangkan hubungan antara kelahiran bayi prematur dan kelainan jantung kongenital, terdapat angka prevalensi yang cukup tinggi bahwa bayi yang lahir prematur lebih sering menderita kelainan jantung bawaan daripada bayi yang lahir tidak prematur.
BAB IV
KESIMPULAN
A. Simpulan
1.Pasien menderita VSD.
2.Bayi prematur memiliki prevalensi yang tinggi untuk menderita penyakit jantung bawaan.
B. Saran
1.Sebaiknya dilakukan pemeriksaan ekokardiografi untuk merencanakan tindakan penatalaksanaan selanjutnya.
2.Untuk ibu yang sedang mengandung, ada baiknya untuk selalu menjaga janin yang dikandungnya dan selalu memeriksa kesehatan janinnya secara rutin, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara. pp: 1- 404.
2. Kusumawidjaja. Patologi. Jakarta: FKUI 1996. pp: 110 – 16.
3. S. Silbernagl, F. Lang. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC. pp: 176-249.
4. Rilantono LI. 2003. “Defek Septum Ventrikel” in Rilantono LI (ed) et al. 2003. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
5. Afandi, Maemunah. 1983. Penyakit Jantung Bawaan : Apa yang harus dilakukan. www.kalbe.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar