Minggu, 22 Februari 2009

Miastenia gravis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Miastenia gravis (MG) ialah penyakit kronik dengan dasar imunologi yang ditandai dengan kelemahan otot serat lintang, berpredileksi otot-otot mata dan otot-otot yang dipersarafi saraf kranial. Miastenia gravis termasuk penyakit neuromuskuler dengan kelainan pada neuromuskuler junction. Gejala klinik muncul sebagai kelemahan otot setelah beraktifitas dan pulih kembali setelah istirahat. Yang diserang umumnya otot-otot gerak mata, kelopak mata, otot pengunyah dan otot penelan.
MG lebih sering terjadi pada orang dewasa, namun dapat juga terjadi pada anak-anak. Prevalensi MG adalah 33/1.000.000 penduduk, 11% terjadi pada anak-anak. Pada laporan kali ini, kita akan membahas tentang miastenia gravis dan beberapa penyakit kelemahan otot yang lainnya. Pada tinjauan pustaka penulis akan lebih menekankan pembahasan pada etiologi penyakit. Kemudian pada pembahasan penulisa akan melakukan analisa kasus.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana histologi, fisiologi dan anatomi otot rangka ?
2. Bagaimanakah patofisiologi dan patogenesis penyakit pada pasien ?
3. Apa diagnosis penyakit pada pasien ?
4. Kenapa keluhan pasien berkurang saat istirahat dan memberat pada sore hari?
5. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan untuk memeriksa kelemahan otot?
6. Bagaimana interpretasi pemeriksaan penunjang?

C.Tujuan Penulisan
1. Memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran sistem muskuloskeletal terutama yang berkaitan dengan skenario.
2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem muskuloskeletal untuk memecahkan masalah dalam skenario.
3. Memenuhi tugas individu tutorial skenario 3 Blok XI Sistem Muskuloskeletal.
4. Untuk dapat mendiagnosis, menatalaksana dan mengobati pasien.
D.Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem muskuloskeletal.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Histologi dan Fisiologi Otot Rangka
Ciri-ciri otot rangka :
- Bentuk silindris, inti lonjong.
- Panjang: BEBERAPA mm – BEBERAPA cm. Lebar : 10 -150 µm.
- Sarkolema : Jelas.
- Inti : Bentuk lonjong, tersebar merata dibawah sarkolema.
Tiap serabut otot mengandung 4 protein kontraktil yaitu aktin, miosin, troponin dan tropomiosin. Hubungan mioneural terdiri dari cab saraf motorik yang meninggalkan perimisium kemudian kehilangan selubung mielinnya. Pada ujung akhurnya mengalami pembesaran tepat di permukaan serat otot yang diinervasi. Jadi saraf hanya diliputi selaput tipis dari sitoplasma sel schwann daerah ini dinamakan dengan motor end plate.
Mekanisme kontraksi otot :
Saraf motorik terangsang - asetil kolin dalam ujung saraf dilepaskan kedalam celah sinaps - diikat oleh reseptor asetil kolin yang terdapat pada junctional fold - sarkolema lebih permeabel terhadap ion Na - depolarisasi membran sarkolema - disebarkan keseluruh permukaan otot dan kedalam serat otot melalui tubulus tranversus- a ksi kontraksi secara serentak pada otot. Diagram dibawah ini akan menerangkan perubahan aktin dan miosin pada saat kontraksi.
B. Kelemahan Otot
DEFINISIKelemahan Otot merupakan masalah yang sering terjadi, tetapi seringkali memberikan arti yang berbeda kepada setiap penderitanya. Beberapa penderita hanya merasakan lelah. Tetapi pada kelemahan otot yang sejati, meskipun sudah berusaha sekuat tenaga, kekuatan yang normal tidak akan dicapai. Kelemahan bisa terjadi di seluruh tubuh, atau hanya terbatas di satu lengan, tungkai, tangan atau jari tangan.
PENYEBABKelemahan otot bisa disebebkan oleh kelainan di otot, tendon, tulang atau sendi; tetapi yang paling sering menyebabkan kelemahan otot adalah kelainan pada sistem saraf. Kadang kelemahan otot terjadi setelah sembuh dari suatu penyakit dan seringkali timbul karena penuaan (sarkopenia). Penyebab kelemahan otot
Penyebab
Contoh
Akibat
Kerusakan otak
Stroke atau tumor otak
Kelemahan atau kelumpuhan pada sisi yg berlawanan dengan otak yg mengalami kerusakan Bisa mempengaruhi kemampuan berbicara, menelan, berfikir & kepribadian
Kerusakan medula spinalis
Cedera pada leher atau punggung, tumor medula spinalis, penyempitan saluran spinal, sklerosis multipel, mielitis transversus, kekurangan vitamin B12
Kelemahan atau kelumpuhan pada lengan dan tungkai, hilangnya rasa, nyeri punggung Bisa mempengaruhi fungsi seksual, pencernaan & kandung kemih
Kemunduran saraf pada medula spinalis
Sklerosis lateral amiotrofik
Hilangnya kekuatan otot tanpa disertai oleh hilangnya rasa
Kerusakan akar saraf spinalis
Ruptur diskus di leher atau tulang belakang bagian bawah
Nyeri leher & kelemahan atau mati rasa di lengan, nyeri punggung bagian bawah, skiatika & kelemahan atau mati rasa pada tungkai
Kerusakan pada 1 saraf (mononeuropati)
Neuropati diabetik, penekanan lokal
Kelemahan atau kelumpuhan otot & hilangnya rasa di daerah yg dipersarafi oleh saraf yg terkena
Kerusakan pada beberapa saraf (polineuropati)
Diabetes, sindroma Guillain-Barr?, kekurangan folat, penyakit metabolik lainnya
Kelemahan atau kelumpuhan otot & hilangnya sensasi di daerah yg dipersarafi oleh saraf yg terkena
Kelainan pada neuromuscular junction
Miastenia gravis, keracunan kurare, sindroma Eaton-Lambert, keracunan insektisida
Kelumpuhan atau kelemahan pada beberapa otot
Penyakit otot
Penyakit Cudhenne (distrofi muskuler) Infeksi atau peradangan (miositis virus akut, polimiositis)
Kelemahan otot yg progresif di seluruh tubuh Nyeri dan kelemahan otot
Kelainan psikis
Depresi, gejala khayalan, histeria (reaksi konversi), fibromialgia
Kelemahan di seluruh tubuh, kelumpuhan tanpa kerusakan saraf

B. Miastenia Gravis
ETIOLOGI
Kelainan primer pada MG dihubungkan dengan gangguan transmisi pada neuromuscular junction,yaitu penghubung antara unsur saraf dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik. Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian terjadilah kontraksi otot.
Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler pada MG tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada MG terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
Tanda dan Gejala
Gejala awal pada MG dapat berupa kesulitan berbicara (dysarthria), kesulitan menelan (dsyphagia), kelopak mata turun (ptosis), dan penglihatan ganda (diplopia). Pasien sering memiliki suara parau dan otot leher yang lemah yang selalu membuat kepala cenderung jatuh jatuh kedepan atau ke belakang. Gejala ini terjadi pada 90% kasus MG, dan biasanya intermitten, dan dapat hilang untuk beberapa minggu kemudian terjadi kembali.
Kelemahan menyeluruh biasanya bermula pada batang tubuh, lengan, tungkai dalam satu tahun pertama onset. Otot lengan biasanya yang paling parah. Kelemahan otot cenderung memburuk setiap harinya, terutama setelah aktivitas.


BAB III
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pada skenario disebutkan bahwa ada seorang wanita yang berumur 25 tahun yang mengeluhkan kelemahan yang otot yang tidak normal, berdasarkan hasil pemeriksaan baik itu penunjang, fisik maupun laboratorium, penulis berpendapat bahwa pasien menderita miastenia gravis. Penyakit ini merupakan penyakit auto-imun yang menyerang reseptor asetilkolin, sehingga sambungan neuromuscular dalam penghantaran sinyal dari serat saraf ke serat otot akan terputus, hal inilah yang menyebabkan kelemahan otot pada pasien (Harsono (ed), 1996; Guyton dan Hall, 2007).
Penglihatan dobel (diplopia) pada pasien MG (miastenia gravis) disebabkan adanya kelumpuhan pada muskulus rektus pada mata, entah itu muskulus rektus lateralis, medialis, superior ataupun inferior dan juga muskulus oblikus inferior maupun muskulus oblikus superior tergantung diplopia pada pasien terjadi pada saat melihat arah yang mana (Mardjono dan Sidharta, 2003). Keenam muskulus di atas dipersarafi oleh nervus abduscens, nervus occulomotorius dan nervus trochlearis (Mardjono dan Sidharta, 2003). Sedangkan kelopak mata sulit dibuka (ptosis) diakibatkan adanya kelumpuhan pada muskulus levator palpebral yang dipersarafi oleh nervus occulomotorius (Mardjono dan Sidharta, 2003).
Alasan mengapa keluhan bertambah berat pada sore hari dan membaik pada pagi hari, adalah dikarenakan pada pagi hari tubuh telah beristirahat pada malam harinya, sedangkan aktivitas akan semakin bertambah mulai dari pagi hari sampai sore harinya, dengan istirahat, banyaknya asetilkolin dengan rangsangan saraf akan bertambah sehingga serat-serat otot yang kekurangan reseptor asetilkolin di bawah ambang rangsang dapat berkontraksi (Thamrin, 2004). Gejala di mana pasien apabila berbicara lama suara semakin melemah, disebabkan oleh adanya kelemahan otot-otot palatum.
Pada pemeriksaan fisik pasien tidak didapatkan gangguan sensibilitas dan gerakan abnormal, hal ini menunjukkan bahwa kelainan bukan pada saraf pasien tetapi lebih kepada kelainan neuromuscular (sambungan saraf dengan otot), sedangkan pada pemeriksaan penunjang, didapatkan bahwa kadar elektrolit darah normal, hal ini menunjukkan bahwa kelemahan otot pada pasien bukan disebabkan oleh kekurangan elektrolit tubuh, Endrophonium test (tensilon test) dapat digunakan untuk diagnosis miastenia gravis, akan tetapi test ini kurang spesifik, karena test ini juga menunjukkan hasil tes yang positif pula pada penyakit Miastenik Lambert-Eaton (Harsono (ed), 1996;Darmansjah dan Ganiswarna et al, 2003). Salah satu tes yang memperkuat diagnosis miastenia gravis pada pasien adalah hasil pemeriksaan EMG. Pada penderita penyakit miastenia gravis, hasil EMG akan menunjukkan penurunan progresif amplitudo potensial aksi otot terhadap rangsangan yang berulang dan satu rangsangan akan menimbulkan potensial aksi yang normal, sedangkan pada penderita Lambert-Eaton satu rangsangan menimbulkan aksi potensial yang beramplitudo rendah dan pada rangsangan yang berulang timbul peningkatan sementara amplitudo (Harsono (ed), 1996; Kumar, Cotran dan Robbins et al, 2007).
Obat prostigmin yang diberikan kepada pasien, merupakan obat antikolinesterase yang bekerja menghambat kerja kolinesterase (dengan mengikat kolinesterase) dan mengakibatkan perangsangan saraf kolinergik secara terus menerus karena asetilkolin tidak dihidrolisis dan memperlama rangsangan pasca sinaps akibat bertambahnya waktu ikatan antara asetilkolin dengan reseptornya (Darmansjah dan Ganiswarna et al, 2003: Mardjono dan Sidharta, 2003). Fungsi dari enzim asetilesterase/kolinesterase adalah memutuskan ikatan asetilkolin dengan reseptornya dan menghancurkan/hidrolisis asetilkolin bebas di sekitar celah sinaps (Jusuf, 2008; harper coi). Oleh karena inilah keluhan kelemahan pada otot pasien dapat berkurang.
Alasan pasti mengapa gejala ptosis dan diplopia merupakan gejala awal dari penyakit miastenia gravis sejauh ini belum diketahui, akan tetapi penulis akan mencoba menjawabnya. Pada penderita miastenia gravis, waktu yang dibutuhkan untuk istirahat adalah lebih lama daripada waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan fisik, hal ini disebabkan penurunan jumlah reseptor asetilkolin akibat proses auto-imun yang terjadi (Harsono(ed), 1996; Baratawidjaja, 2002). Otot-otot mata merupakan otot serat cepat (otot putih), yang memiliki waktu depolarisasi yang singkat untuk mencapai kontraksi, sehingga mata dapat menangkap/memfiksasi objek-objek spesifik (Guyton dan Hall, 2007). Hal ini akan berdampak pada waktu istirahat yang dimiliki untuk dapat menimbulkan potensial aksi yang baru semakin singkat, hal ini berkebalikan dengan otot-otot serat lambat (seperti yang dimiliki oleh anggota gerak/ekstremitas) (Guyton dan Hall, 2007). Oleh karena itu, keefektifan dan keefisienan dari kerja reseptor asetilkolin yang lebih, mutlak diperlukan pada otot organ mata daripada anggota gerak.
Penatalaksanaan pada kasus skenario ini, antara lain; terapi anti asetilkolinesterase (seperti yang telah dilakukan di skenario), obat imunosupresif, plasmaferesis, kortikosteroid, dan dapat dilakukan timektomi apabila penyebab dari auto-imun adalah akibat dari kelenjar timus. Selain itu hindari pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan miastenia atau memperberat miastenia, seperti; antibiotik yang berakhiran misin (streptomisin dll), fenitoin, kolkisin dan hormon tiroksin (Harsono(ed), 1996). Untuk RM (rehabilitasi medik) pada kasus MG tidak ada yang khusus, sedangkan prognosis pada penyakit MG sulit untuk diramalkan, akan tetapi pada penderita MG golongan II, dimana otot respirasi belum terkena dan masih memberikan respon yang positif terhadap terapi antikolinesterase biasanya cukup baik.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pasien menderita MG (miastenia gravis)
2. Terapi yang dapat diberikan pada pasien di skenario ini, seperti yang telah disebutkan penulis di atas.
B. Saran
1. Perlu dilakukan foto rontgen pada pasien untuk melihat apakah ada kelainan pada kelenjar timusnya, hal ini dilakukan untuk memperkuat diagnosis.
2. Dapat dilakukan pemberian atropin, untuk mengurangi efek muskarinik yang berat pada pasien akibat pemberian obat antikolinesterase yang berlebihan.

DAFTAR PUSTAKA

Baratawidjaja KG. 2002. Imunologi Dasar. Edisi 5. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Darmansjah I, Ganiswarna SG et al. 2003. Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Gaya Baru.
Harsono (ed).1996. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Jusuf AA. 2008. Drug Affecting Nervous System. http://moveamura. wordpress. com/ farmakologi. Diakses pada tanggal 21 november 2008.
Mardjono M dan Sidharta P. 2003. Neurologi Klinis Dasar. Edisi 9. Jakarta: Dian Rakyat.
Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbin . Edisi 7. Jakarta: EGC.
Thamrin ED. 2004. Miastenia Gravis. http://www. kalbe. co. id/files/cdk/files/12_miasteniagravis. pdf.
Tim Penyusun BPP Laboratorium Histologi. 2008. BPP Blok Muskuloskeletal. Surakarta: Bagian Histologi FKUNS.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar