BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem muskuloskeletal manusia merupakan jalinan berbagai jaringan, baik itu jaringan pengikat, tulang maupun otot yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Fungsi utama sistem ini adalah sebagai penyusun bentuk tubuh dan alat untuk bergerak. Oleh karena itu, jika terdapat kelainan pada sistem ini maka kedua fungsi tersebut juga akan terganggu.
Pada skenario kali ini kita akan membahas tentang salah satu bagian dari muskutoskeletal yaitu tentang tulang. Topik yang akan kita bahas yaitu tentang trauma dan osteomielitis. Selain itu kita juga kita juga akan membahas tentang struktur normal dan fungsional tulang. Pembahasan pada skenario ini sangat penting bagi mahasiswa kedokteran sebagai wawasan dasar tentang muskuloskeletas. Oleh karena itu, penulis berharap dengan penulisan laporan ini penulis bisa mencapai standart kompetensi pada blok muskuloskeletal.
B. Rumusan Masalah
1.Laki-laki 20 tahun
2.Dua tahun lalu patah tulang pada tungkai bawah
1. Nyeri tungkai bawah
2. pyrexia
3. kemerahan
4. sinus di kulit
Hasil plain foto :
Penebalan periosteum, bone resorpsion, sclerosis, involucrum, squester dan Angulasi tibia dan fibula.
OSTEOMYELITIS
B. Tujuan Penulisan
1. Memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran sistem muskuloskeletal terutama yang berkaitan dengan skenario.
2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem muskuloskeletal untuk memecahkan masalah dalam skenario.
3. Memenuhi tugas individu tutorial skenario 1 Blok XI Sistem Muskuloskeletal.
4. Untuk dapat mendiagnosis, menatalaksana dan mengobati pasien.
C. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem muskuloskeletal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Tulang
Tulang adalah organ vital yang berfungsi untuk alat gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, dan organ hematopoetik (Sudoyo et al (ed), 2006).
B. Histologi, Fisiologi dan Anatomi Tulang Panjang (Tibia)
Tulang termasuk jaringan pengikat khusus yang terdiri atas bahan antar sel yang mengalami kalsifikasi/mineralisasi dan beberapa macam sel-sel tulang ; osteoblas, osteosit dan osteoklas (Laboratorium Histologi FKUNS, 2008).
1. Komponen jaringan tulang
a.Sel Jaringan Tulang :
1. Osteoblas : Berfungsi mensintesis matriks organis tulang.
2. Osteosit : Bila osteoblas telah berada dalam matriks tulang yang disintesisnya
3. Osteoklas : Berfungsi untuk mensekresi jaringan tulang.
b.Matriks Tulang :
1. Organik (30%) : Serat kolagen (90%), Substansia Amorf (glikosaminoglikan)
2. Anorganis (65%) : Kristal hidroksiapatit (Ca10(PO4)6(OH)2), Sitrat, Mg, Na, K.
c.Periosteum :
Bagian luar lebih banyak mengandung sabut – sabut jaringan pengikat, pembuluh darah, dan saraf dengan sedikit sel. Lapisan ini dinamakan Stratum Fibrosum
Bagian dalam lebih banyak mengandung sel – sel pipih yang mampu berdiferensiasi menjadi osteoblas, sabut – sabut elastis, dan kolagen tersusun lebih longgar. Bagian ini disebut Stratum Germinativum.
d.Endosteum :
Mempunyai struktur dan komponen yang sama dengan periosteum tetapi lebih tipis dan tidak memperlihatkan 2 lapisan seperti pada periosteum. Ke arah luar bersifat osteogenik, ke arah dalam bersifat hemopoetik.
2. Perkembangan sel jaringan tulang
Sel mesenkhim → Osteoprogenitor → Osteoblas → Osteosit
3. Jenis-jenis jaringan tulang
a. PARS COMPACTUM bersifat padat dan solid, merupakan dinding luar.
b. PARS SPONGIOSUM membentuk spons merupakan bagian dalam yang mengitari cavum medullare. Cavum medullare berisi medulla ossium. Komposisi matrix pada pars spongiosum & pars compactum adalah sama.
4. Bagian anatomi tulang panjang
a. Diafisis atau batang : Bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan besar.
b. Metafisis : Bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel – sel hematopoietik. Bagian ini juga menopang sendi dan menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada epifisis.
c. Lempeng epifisis : Daerah pertumbuhan longitudinal pada anak – anak, dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa.
d. Epifisis : Sumsum merah terdapat pada bagian ini. Epifisis juga langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang panjang berhenti.
5. Proses osteogenesis
a. Osifikasi Intramembranosa (Desmalis / langsung): Mula – mula beberapa sel mesenkhim dalam membran mesenkhim berdiferensiasi menjadi fibroblas untuk membentuk sabut – sabut kolagen sehingga terbentuk jaringan pengikat longgar berupa membran. Osifikasi dimulai saat sekelompok sel mesenkhim yang lain berdiferensiasi menjadi osteoblas di dalam membran jaringan pengikat yang terbentuk. Terjadi pada tulang pipih.
b. Osifikasi Endokondral : Diawali dengan pembentukan tulang rawan pada epifisis kemudian terjadi kalsifikasi pada matrik tulang rawan. Akibatnya sel tulang rawan mati lalu ditempati osteoblas. Setelah itu akan terjadi pembentukan tulang seperti biasanya.
(Laboratorium Histologi, 2008)
Proses osifikasi endokondral pada epifisis sebagai berikut : Pusat osifikasi di sini mirip dengan pusat osifikasi pada diafisis tetapi pertumbuhan lebih lanjut tidak secara memanjang tetapi radier.
OSTEOMIELITIS
Osteomielitis merupakan infeksi pada tulang, dengan sebagian besar disebabkan oleh Staphylococcus Aureus. Penyebabnya lainnya antara lain infeksi tuberkulosa dan Salmonella pada penyakit sel sabit. Proses peradangan dapat bersifat akut atau kronis, yang kronis akan menyebabkan nekrosis tulang dan pembentukan pus, dimana kadang-kadang terdapat cairan yang melewati kulit untuk membentuk hubungan sinus dengan tulang. Tulang yang nekrotik dapat terpisah dengan jaringan yang masih hidup untuk membentuk sequestrum sinus. Sumber infeksi dapa berasal dari :
- Hematogen : Biasanya pada anak
- Implantasi langsung akibat trauma, misalnya fraktur atau setelah pembedahan
- Perluasan dari jaringan lunak di dekatnya, misalnya ulkus kaki pada diabetes.
Gambaran radiologis :
- Foto polos : Dapat normal hingga 10 hari dengan tanda paling awal berupa pembengkakan jaringan lunak. Tulang yang terinfeksi pada awalnya kehilangan detailnya dan menjadi tidak berbatas jelas dengan reaksi periosteal dan bahkan destruksi tulang.
- CT scan : Mendeteksi massa jaringan lunak dan sequestra yang disebabkan oleh penyakit ini.
Diagnosis banding :
1. Osteoporosis : Penurunan massa tulang tanpa disertai gangguan mineralisasi.
2. Osteomalasia : Kekurangan vitamin D pada orang dewasa
3. Paget’s disease : Penyakit arsitektur tulang dengan etiologi yang tidak jelas, dengan gejala awal peningkatan resopsi tulang kemudian diikuti proses perbaikan yang berlebihan.
Perbedaan osteomielitis dengan ketiga penyakit tersebut adalah pada osteomielitis menunjukkan gejala peradangan sedangkan pada ketiga penyakit tersebut tidak didapatkan.
(PRADIP R. PATEL, 2007)
BAB III
PEMBAHASAN DAN DISKUSI
Pada skenario disebutkan bahwa ada seorang laki-laki berumur 20 tahun dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah kanan, pyrexia, kemerahan, sinus di kulit yang hilang timbul dan riwayat patah tulang pada kaki yang sama 2 tahun lalu. Sinus pada pasien mengeluarkan discharge seropurulen dengan ekskoriasi kulit sekitar sinus.
Kalau dilihat dari keluhan maupun pemeriksaan fisik yang telah disebutkan pada skenario maka kemungkinan pasien menderita infeksi, hal ini ditandai adanya proses inflamasi, seperti nyeri, pyrexia, kemerahan (Price and Wilson, 2005), selain itu juga adanya discharge yang bersifat seropurulen. Jenis infeksi yang diderita oleh pasien adalah infeksi tulang atau yang biasa disebut dengan osteomyelitis.
Osteomyelitis pada pasien, kemungkinan didapatkan akibatkan patah tulang yang pernah dialaminya 2 tahun lalu, karena pada beberapa kasus, infeksi tulang merupakan komplikasi fraktur tulang terbuka, selain itu keputusan pasien untuk mengobati patah tulangnya ke dukun bukannya ke dokter juga merupakan salah satu penyebabnya.
Discharge seropurulen dan hasil plain foto yang didapat (adanya involucrum dan sequester) mengindikasikan pasien menderita osteomyelitis pyogenik kronis. Alasan mengapa penulis berpendapat demikian adalah karena osteomyelitis dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu osteomyelitis pyogenik dan osteomyelitis tuberkulosa (kumar, cotran dan robbins, 2007). Pada osteomyelitis pyogenik, discharge yang dikeluarkan akan bersifat seropurulen. Sedangkan pada osteomyelitis tuberkulosa akan didaptkan daerah granulomatosa, dengan discharge seperti keju (kumar, cotran dan robbins, 2007).
Osteomyelitis kronis terjadi sebagai sekuele infeksi akut akibat dari kurangnya pengobatan. Seiring dengan waktu, terjadi influx sel radang kronis ke dalam fokus osteomyelitis yang mengawali reaksi penyembuhan berupa pengaktifan osteoklas, proliferasi fibroblast dan pembentukan tulang baru (kumar, cotran dan robbins, 2007). Tulang nekrotik yang tersisa yang disebut dengan sekuestrum dapat direabsorpsi oleh aktivitas osteoklas, sedangkan sekuestrum yang lebih besar akan dikelilingi oleh involucrum, sekuestrum ini juga akan menyebabkan adanya proses infeksi terus menerus sehingga akan terbentuk saluran sinus multiple dan hilang timbul (kumar, cotran dan robbins, 2007;de Jong, 2004).
Pada kasus ini sebaiknya dilakukan sekuestrektomi dan debridement serta pemberian antibiotic yang sesuai dengan hasil kultur dan tes resistensi, selain itu pada kasus osteomyelitis kronik dini biasanya involucrum belum cukup kuat untuk menggantikan tulang asli yang menjadi sekuester (de Jong, 2004), oleh Karena itu, ekstremitas yang terkena sebaiknya dilindungi dengan gips untuk mencegah terjadinya fraktur patologik.
Deformitas maupun angulasi yang terjadi pada kaki pasien dapat disebabkan oleh proses penyembuhan tulang yang salah yang dilakukan oleh dukun. Selain itu juga deformitas dapat juga disebabkan oleh komplikasi yang disebabkan oleh fraktur tulang terbuka yang salah satunya adalah osteomyelitis. Hal ini akan sangat berbeda jika pasien langsung mengobati fraktur/patah tulang yang dialaminya dua tahun lalu ke dokter/rumah sakit.
Mengenai masalah kartu asuransi kesehatan milik pasien yang tidak bisa digunakan, penulis sejauh ini belum mengerti alasannya, karena keterangan mengenai hal itu kurang dijelaskan di dalam skenario, apakah memang kartu asuransinya telah kadaluarsa, apakah telah dicabut izinnya oleh pihak yang bersangkutan ataukah pihak rumah sakit yang tidak mau menerimanya. Akan tetapi yang jelas, seharusnya pihak rumah sakit bisa lebih memahami keadaan pasien dan mempermudah jalur birokrasinya.
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Pasien menderita osteomyelitis pyogenik kronis akibat dari fraktur yang pernah dialaminya dua tahun lalu.
2. Sebaiknya dilakukan sekuestrektomi, debridement dan pemberian antibiotik yang sesuai dengan hasil tes kultur dan resistensi.
B. Saran
1. Menasehati supaya masyarakat lebih mempecayakan penanganan masalah kesehatan kepada dokter.
2. Ada baiknya rumah sakit memperbaiki jalur birokrasinya, jangan sampai slogan beurecrazy is public enemy menjadi kenyataan.
DAFTAR PUSTAKA
Budianto A dan Azizi M.S (ed). 2004. Guidance to Anatomy 1. Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS
Kumar V, Cotran R.S, dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi Robbin . Edisis 7. Jakarta: EGC.
Price, S.A. dan Wilson, L.M. 2005 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. alih bahasa Bhram U. Pendit et.al, editor edisi bahasa Indonesia Huriawati Hartanto et.al. Jakarta: EGC.
Sudoyo A.W (ed) et al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4 Jilid 2. Jakarta :EGC
Tim Penyusun BPP Laboratorium Histologi. 2008. BPP Blok Muskuloskeletal. Surakarta: Bagian Histologi FKUNS.
Wim de Jong dan Syamsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC
Pradip R. Patel. 2007. Lecture Notes Radiologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Erlangga.
Minggu, 22 Februari 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar