Minggu, 22 Februari 2009

patofisiologi dan diagnosis stroke

LAPORAN TUTORIAL
BLOK IX NEUROLOGI

PATOFISIOLOGI DAN DIAGNOSIS STROKE









Oleh :
Febrian Fariyansyah Nurhadi
G0007071
Kelompok A7
Tutor : dr. Indro Nugroho SpKJ


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2008

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Stroke adalah infark regional kortikal, subkortikal atau pun infark regional di batang otak yang terjadi karena kawasan perdarahan atau penyumbatan suatu arteri sehingga jatah oksigen tidak dapat disampaikan kebagian otak tertentu. Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa. Empat juta orang amerika mengalami defisit neurologi akibat stroke ; dua pertiga dari defisit ini bersifat sedang sampai parah. Kemungkinan meninggal akibat stroke inisial adalah 30% sampai 35% dan kemungkinan kecacatan mayor pada orang yang selamat adalah 35% sampai 40%. Sekitar sepertiga dari semua pasien yang selamat dari stroke akan mengalami stroke ulangan pada tahun pertama1 .
Secara umum stroke dapat dibai menjadi 2 . Pertama stroke iskemik yaitu stroke yang disebabkan oleh penyumbatan pada pembuluh darah diotak. Kedua stroke hemoragik yaitu stroke yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah diotak. Faktor-faktor resiko stroke antara lain umur, hipertensi, diabetes mellitus, aterosklerosis, penyakit jantung, merokok dan obat anti hamil2.
Melihat fenomena di atas, storke merupakan penyakit yang menjadi momok bagi manusia. Selain itu, stroke menyerang dengan tiba-tiba. Orang yang menderita stroke sering tidak menyadari bahwa dia terkena stroke. Tiba-tiba saja, penderita merasakan dan mengalami kelainan seperti lumpuh pada sebagian sisi tubuhnya, bicara pelo, pandangan kabur, dan lain sebagainya tergantung bagian otak mana yang terkena. Oleh karena itu penting bagi kita untuk mempelajari tentang patofisologi, mekanisme, manifestasi klinis, prosedur diagnostik dan penatalaksanaan stroke. Karena keterbatasan tempat kali ini penulis hanya akan membahas patofisiologi dan prosedur diagnostik stroke disebabkan penulis memandang lebih pentingnya membahas masalah tersebut daripada yang lain.
B. Definisi Masalah
Keluhan penyerta : tidak ada nyeri kepala, penurunan kesadaran, maupun muntah.

Riwayat dahulu :
1. Sudah 4 tahun menderita darah tinggi.
2. 1 thn lalu mondok di RS, setelah itu jadi sering lupa.
3. 2 hari yg lalu sulit bicara, sembuh sendiri.
4. 8 jam lalu jatuh.
Kebiasaan penderita : merokok, gemar makan makanan berlemak, dan kurang olahraga








Keluhan : anggota gerak sebelah kanan kesemutan, tidak bisa digerakan, dan bicara pelo.




C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan ini adalah untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan saraf dalam mencapai kompetensi pendidikan dokter umum blok neurologi.
D. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system saraf.
2. Mahasiswa dapat mencari dan mengerti patologi pada penyakit neurologi khususnya stroke.
3. Mahasiswa dapat mengetahui kalsifikasi, kausa, diagnosis, penatalaksanaan, prognosis, dan rehabilitasi penyakit stroke.


TINJAUAN PUSTAKA
PATOFISIOLOGI STROKE
Penghentian total aliran darah ke otak menyebabkan hilangnya kesadaran dalam waktu 15-20 detik dan kerusakan otah yang ireversibel terjadi setelah tujuh sampai sepuluh menit. Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas. Mekanisme dasar kerusakan ini adalah selalu definisi energi yang disebabkan oleh iskemia. Perdarahan jua menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh darah di sekitarnya. Dengan menghambat Na+/K+-ATPase, defisiensi energi menyebabkan penimbunan Na+ dan Ca+2di dalam sel, serta meningkatkan konsentrasi K+ ekstrasel sehingga menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi menyebabkan penimbunan Cl- di dalam sel, pembengkakan sel, dan kematian sel. Depolarisasi juga meningkatkan pelepasan glotamat, yang mempercepat kematian sel melalui masuknya Na+ dan Ca+2 .Pembengkakan sel, pelepasan mediator vasokonstriktor dan penyumbatan lumen pembuluh darah oleh granulosit kadang-kadang mencegah reperfusi, meskipun pada kenyataannya penyebab primernya telah dihilangkan. Kematian sel menyebabkan inflamasi, yang juga merusak sel di tepi area iskemik(penumbra)7.
Gejala ditentukan oleh tempat perfusi yang terganggu, yakni daerah yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Penyumbatan pada arteri serebri media yang sering terjadi menyebabkan kelemahan otot dan spastisitas kontralaterla, serta defisit sensorik (hemianestesia) akibat kerusakan girus lateral presentralis dan postsentralis. Akibat selanjutnya adalah deviasi okular, hemianopsia, gangguan bicara motorik dan sensorik, gangguan persepsi spasial, apraksia dan hemineglect. Penyumbatan arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan defisit sensorik kontralateral (akibat kehilangan girus presentralis dan postsentralis bagian medial), kesulitan bicara (akibat kerusakan area motorik tambahan) serta apraksia pada lengan kiri jika korpus kalosum anterior dan hubungan dari hemisfer dominant ke korteks motorik kanan terganggu. Penyumbatan bilateral pada arteri serebri anterior menyebabkan apatis karena kerusakan dari system limbic. Penyumbatan pada arteri serebri posterior menyebabkan hemianopsia kontralteral parsial (korteks visual primer) dan kebutaan pada penyumbatan bilateral. Selain itu, akan terjadi kehilangan memori (lobus temporalis bagian bawah). Penyumbatan arteri karotis atau basilaris dapat menyebabkan defisit di daerah yang disuplai oleh arteri serebri media dan anterior. Jika arteri koroid anterior tersumbat, ganglia basalis (hipokinesia), kapsula interna (hemiparesis) dan traktus optikus (hemianopsia) akan terkena. Penyumbatan pada cabang arteri komunikans posterior di thalamus terutama akan menyebabkan defisit sensorik. Penyumbatan total arteri basilaris menyebabkan paralisis semua ekstremitas (tetraplegia) dan otot-otot mata serta koma. Penyumbatan pada cabang arteri basilaris dapat menyebabkan infark pada serebelum, mesensefalon, pons dan medulla oblongata3,4,5. Efek yang ditimbulkan tergantung dari lokasi kerusakan :
- Pusing, nistagmus, hemiataksia (serebelum dan jaras aferennya, saraf vestibular).
- Penyakit Parkinson (substansia nigra), hemiplegia kontralateral dan tetraplegia (taktus poramidal).
- Hilangnya sensasi nyeri dan suhu (hipestesia atau anestisia) di bagian wajah ipsilateral dan ekstremitas kontralateral (saraf trigeminus dan traktus spinotalamikus).
- Hipakusis (hipestesia auditorik; saraf koklearis), ageusis (saraf traktus salivarius), singultus (formasio retikularis).
- Ptosis, miosis dan anhidrosis fasial ipsilateral (sindrom Horner, pada kehilangan persarafan simpatis).
- Paralisis palatum molle dan takikardia (saraf vagus). Paralisis otot lidah (saraf hipoglosus), mulut yang jatuh (saraf fasial), strabismus (saraf okulomotorik, saraf abdusencs).
- Paralisis pseudobulbar dengan paralisis otot yang menyeluruh (namun kesadaran tetap dipertahankan)2,5.
MEKANISME GEJALA-GEJALA YANG MENYERTAI STROKE
1. Kesadaran : Isi kesadaran disimpan di area korteks asosiasi yang khusus berfungsi pada rangsangan tertentu. Kesigapan kesadaran tidak hanya membutuhkan aferen spesifik yang ditransmisikan ke korteks serebri, tetapi juga membutuhkan pengaktifan yang tidak spesifik dari ARAS. Di ARAS ini, neuron dari formasio retikularis akan mengaktifkan sebagian besar area korteks serebri melalui neuron intraluminar talamus4,7.
2. Afasia : Secara sederhana, bahasa yang diucapkan pertama kali diterima di korteks auditorik primer dan selanjutnya pada pusat bicara sensorik(area wernicke). Bahasa yang tertulis ditransmisikan melalui korteks visual primer dan sekunder ke area 39, tempat persepsi akustik, optik dan sensorik diintegrasikan. Ketika menulis, korteks premotorik diaktifkan melalui fasikulus arkuatus korteks premotorik, yang selanjutnya mengaktifkan korteks motorik melalui ganglia basalis dan thalamus. Gangguan pada salah satu daerah diatas akan mengakibatkan gejala afasia yang berbeda-beda. Berdasarkan gejalanya secara umum afasia dibagi menjadi 2 yaitu afasia motorik dan sensorik. Sedangkan berdasarkan gejala area yang terkena afasia dibagi menjadi 9 yaitu afasia Broca, afasia Wernicke, afasia konduksi, afasia global, afasia anomik, afasia akromatik, afasia transkortikal motorik, afasia transkortikal sensorik dan afasia subkortikal1,6.
3. Gangguan memori : Untuk membentuk memori, informasi mula-mula mencapai korteks asosiasi yang sesuai (misal korteks visual sekunder) melalui area korteks sensorik primer tertentu (misal korteks visual primer). Dari tempat ini, melalui korteks entorhinal (area 28), informasi mencapai hipokampus yang diperlukan untuk menyimpan memori jangka panjang. Dengan perantaraan struktur pada diensefalon, otak depan bagian basal dan korteks prefrontalis, informasi disimpan kembali di dalam korteks asosiasi. Dengan cara ini, informasi mula-mula diambil melalui memori sensorik oleh memori jangka pendek yang hanya dapat menyimpan memori selama beberapa detik saja. Gangguan memori bisa berupa anterograde (gangguan untuk membentuk memori jangka panjang yang baru) atau retrograde (hilangnya informasi yang telah disimpan). Jenis gangguan memori bergantung pada daerah yang gangguan, misal lesi pada hipokampus akan mengakibatkan amnesia anterograd sedangkan jika lesi terjadi pada korteks asosiasi akan terjadi amnesia retrograde1,7.
DIAGNOSIS STROKE
1. Anamnesa : Pokok manifestasi stroke adalah hemiparesis, hemiparestesia, afasia, disartria dan hamianopia. Semantik memduduki tempat penting dalam anamnesa. Dalam anamnesa kita harus dapat mengerti maksud kata-kata yang diucapkan pasien dalam menggambarkan gejala yang dideritanya5,6.
2. Diagnosa fisik : Pertama pemeriksaan ketangkasan gerak. Pada penderita stroke pasti terjadi gangguan ketangkasan gerak. Namun, kita perlu membedakan dengan gangguan ketangkasan akibat lesi pada serebelum. Pada penderita stoke gangguan ketangkasan gerak akan disertai gangguan upper motoneuron yang berupa :
a. Tonus otot pada sisi yang lumpuh meninggi.
b. Refleks tendon meningkat pada sisi yang lumpuh.
c. Refleks patologik positif (misal refleks Babinski, Chaddocck dan Oppenheim pada sisi yang lumpuh5,6.
Jika lesi pada serebelum maka gangguan ketangkasan tidak disertai gangguan upper motoneuron. Kedua diagnosa klinis stroke. Pada penderita stroke, terjadi kerusakan pada beberapa atau salah satu arteri yang ada di otak. Kerusakan salah satu arteri akan menimbulkan gejala yang berbeda-beda sebagaimana yang telah dijelaskan ada patofisiologi stroke5,6.
3. Pemeriksaan laboratorium5,6.
PEMBAHASAN
Pada kasus di atas, penderita mengalami lumpuh di salah satu sisi tubuhnya. Keadaan ini dinamakan hemiplegia. Ada beberapa penyakit yang dapat dijadikan diagnosis banding dengan gejala hemiplegia :
1. Tumor otak. 3. Stroke
2. Radang intracranial. 4. Abses serebri
Jika dihubungkan dengan riwayat penyakit sebelumnya, maka diagnosis yang paling mendekati adalah stroke. Pertama, kebiasaan pasien yang buruk yang merupakan factor risiko terjadinya stroke antara lain merokok, makan makanan berlemak, dan kurang berolahraga.
Kedua, pasien memiliki penyakit hipertensi sejak empat tahun yang lalu. Hipertensi adalah salah satu factor risiko terjadinya stroke.
Ketiga, riwayat pasien yang pernah mengalami keluhan yang sama satu tahun lalu, bahkan sampai mondok di rumah sakit dan dua hari yang lalu pasien mengalami sulit bicara. Kemungkinan riwayat yang dialami pasien adalah stroke yang dikenal dengan serangan iskemik transien (TIA). Untuk lebih memastikan diagnosis, perlu dilakukan CT scan kepala. Ini juga bisa digunakan untuk mengetahui arteri mana yang mengalami sumbatan atau ruptur.
Gejala dan tanda stroke bervariasi tergantung otak bagian mana yang terkena. Satu tahun yang lalu setelah pasien mondok, pasien menjadi sering lupa. Kemungkinan otak yan g terkena adalah pada bagian system limbic, yaitu hipocampus.
Pada serangan kali ini, pasien datang dengan keluhan hemiplegia, kesemutan, dan bicara pelo. Pasien menderita kelumpuhan anggota gerak sebelah kanan, berarti otak yang terkena adalah lobus frontalis sinister, khususnya pada area motorik (area 4 dan 6 Brodmann) pada girus precentralis. Bicara tidak lancar disebabkan oleh lumpuhnya lidah bagian kanan, sehingga ketika mengucapkan kata-kata, artikulasi kata menjadi tidak jelas menimbulkan bicara pelo.
Jika yang terkena adalah area broca maka akan terjadi afasia motorik, dimana pasien tidak mampu mengungkapkan kata atau bahasa. Sedangkan bicara pelo atau sering disebut disartria pasien mampu mengungkapkan bahasa, tetapi pengucapan di mulut terganggu artikulasinya. Jika lesi pada area wernicke, maka akan terjadi afasia sensorik, dimana pasien tidak mampu memahami bahasa atau kata.
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Stroke adalah penyakit serebrovaskular mangacu pada setiap gangguan neurologic mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak.
2. Stroke dibagi menjadi dua, yaitu stroke iskemik dan hemoragik. Stroke iskemik bisa trombotik atau embolik. Stroke hemoragik dapat intraserebral atau subarachnoid. Pasien pada kasus di atas menderita stroke iskemik dengan sebab utamanya adalah arteriosklerosis.
3. Factor risiko terjadinya stroke : hipertensi, makan makanan berlemak, merokok, kurang olahraga, genetic, dan lain-lain.
4. Gejala stroke tergantung bagian otak mana yang terkena. Pada pasien di atas, bagian otak yang terkena adalah area motorik kiri sehingga mengalami kelumpuhan anggota gerak sebelah kiri. Kemungkinan sedikit area broca sehingga pasien kesulitan berbicara.
B. SARAN
Jika memiliki factor risiko terjadinya stroke, sebaiknya rajin memeriksakan dan konsultasi dengan dokter agar dapat mencegah serangan stroke yang membahayakan. Pencegahan yang terbaik ada pada pola hidup pasien sendiri, jika berpola hidup sehat, maka risiko terkena stroke lebih kecil.









DAFTAR PUSTAKA

1. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Prose-Proses Penyakit. Ed: 6. Jakarta: EGC.
2. Mardjono dan Sidharta. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Cetakan ke-12. Jakarta: Dian Rakyat.
3. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy III (revisi). Surakarta: Keluarga Besar Asisten Anatomi FKUNS.
4. Snell, Richard S. 2007. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Ed : 5. Jakarta: EGC.
5. Shidarta, Priguna. 2008. Tata Pemeriksaan Klinis dalam Neurologi. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat.
6. Shidarta, Priguna. 2008. Neurologi Klinis dalam Praktik Umum. Cetakan ke-6. Jakarta: Dian Rakyat.
7. Silbernagl dan Lang. 2007. Teks dan Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar