Selasa, 17 Februari 2009

Nyeri dada pada Penyakit Jantung Koroner

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit jantung koroner(PJK) atau penyakit jantung iskemik adalah penyakit jantung yang timbul akibat penyempitan pada arteria koronaria. Penyempitan tersebut dapat disebabkan antara lain oleh aterosklerosis, sifilis, pelbagai jenis arteritis dan emboli koronaria, kelainan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus dan spasme. Oleh karena aterosklerosis merupakan penyebab terbanyak (99%), maka pembahasan tentang penyakit jantung koroner umumnya terbatas pada penyebab tersebut.1
Penyakit jantung koroner sangat banyak dilaporkan di negara maju. Insidensi PJK pada pria Eropa tercatat oleh WHO pada tahun 1976 sebanyak 2-14 per 1000 penduduk dan PJK paling banyak ditemukan di Finlandia. Di negara berkembang prevalensi PJK umumnya jarang. Di Afrika Selatan pada tahun 1970 yang meninggal akibat PJK adalah 0,05 per 1000 penduduk kulit hitam dan 1,9 per 1000 penduduk kulit putih. DI Ujung Pandang menunjukkan rata-rata dirawat karena PJK 0,3 per 1000 pasien.1
Beberapa data menunjukkan bahwa prevalensi PJK telah menggeser penyakit jantung rematik sebagai penyakit jantung yang paling banyak ditemukan. Oleh karena itu, pengetahuan tentang patofisiologi, gejala klinik dan penatalaksanaan PJK sangat diperlukan oleh seorang mahasiswa kedokteran.
B. Analisis Masalah
Laki-laki 40 tahun.
Nyeri dada.

Kebiasaan merokok.
Orang tuanya pernah menderita penyakit jantung koroner.
Anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium normal.
Dari skenario di atas didapatkan masalah-masalah, yaitu :
a) Bagaimana patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme dari keluhan-keluhan penderita?
b) Apa hubungan antara penyakit ayahnya dengan penyakit yang dikeluhkan pasien sekarang?
c) Bagaimana hubungan antara faktor resiko dengan keluhannya saat ini?
d) Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan pasien?
e) Bagaimana penatalaksanaan pada kasus ini ?

C. Tujuan Penulisan
a) Mengetahui patofisiologi, patogenesis, serta mekanisme keluhan-keluhan pada PJK
b) Mengetahui hubungan antara faktor resiko dengan gangguan pada PJK.
c) Menentukan diagnosis secara sistematis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunkang.
d) Mengetahui cara pencegahan, terapi serta prognosis dari gangguan sistem kardiovaskuler pada kasus di atas.

D. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah :
a. membentuk pola pikir mahasiswa menjadi terarah dan sistematik;
b. mahasiswa mampu menyusun tulisan ilmiah yang baik dan benar;
c. menambah pengetahuan mahasiswa tentang mekanisme penyakit pada sistem kardiovaskuler; dan
d. menambah pengetahuan mahasiswa tentang terapi dan pencegahan penyakit pada sistem kardiovaskuler.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Penyakit jantung koroner terutama disebabkan oleh kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner karena arterosklerosis yang merupakan proses degeneratif, di samping banyak faktor lain. Karena itu dengan bertambahnya usia harapan hidup manusia Indonesia, kejadiannya akan makin meningkat dan menjadi suatu penyakit yang penting; apalagi sering menyebabkan kematian mendadak.2
Tujuh jenis penyakit jantung terpenting ialah :

1. Penyakit jantung koroner (penyebab 80% kematian yang disebabkan penyakit jantung)

2. Penyakit jantung akibat hipertensi (9%)

3. Penyakit jantung rernatik (2-3%)

4. Penyakit jantung kongenital (2%)

5. Endokarditis bakterialis (1-2%)

6. Penyakit jantung sifilitik (1%)

7. Cor pulmonale (1%),

8. dan lain-lain (5%).3

PATOFISIOLOGI
Pembuluh arteri mengikuti proses penuaan yang karakteristik seperti penebalan tunika intima, berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium terutama di arteri-arteri besar menyebabkan fibrosis yang merata menyebabkan aliran darah lambat laun berkurang. Iskemi yang relatif ringan tetapi berlangsung lama dapat pula menyebabkan kelainan katup jantung.3
Manifestasi penyakit jantung koroner disebabkan ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masuknya. Masuknya oksigen untuk miokardium sebetulnya tergantung dari oksigen dalam darah dan arteria koronaria. Oksigen dalam darah tergantung oksigen yang dapat diambil oleh darah, jadi dipengaruhi oleh Hb, paru-paru dan oksigen dalam udara pernapasan.
Di kenal dua keadaan ketidakseimbangan masukan ter-hadap kebutuhan oksigen yaitu :

- Hipoksemi (iskemi) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskular.

- Hipoksi (anoksi) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah.

Perbedaannya ialah pada iskemi terdapat kelainan vaskular sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eleminasi metabolit yang ditimbulkannya menurun juga, sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul.
Ada beberapa hipotesis mengenai apa yang pertama kali menyebabkan kerusakan sel endotel dan mencetuskan rangkaian proses arteriosklerotik, yaitu :
1. Kolesterol Serum yang Tinggi
Hipotesis pertama mengisyaratkan bahwa kadar kolesterol serum dan trigliserida yang tinggi dapat menyebabkan pem-bentukan arteriosklerosis. Pada pengidap arteriosklerosis, pengedapan lemak ditemukan di seluruh kedalaman tunika intima, meluas ke tunika media.
Kolesterol dan trigliserid di dalam darah terbungkus di dalam protein pengangkut lemak yang disebut lipoprotein. Lipoprotein berdensitas tinggi (high-density lipoprotein, HDL ) membawa lemak ke luar sel untuk diuraikan, dan diketahui bersifat protektif melawan arteriosklerosis. Namun, lipoprotein berdensitas rendah (low density lipoprotein,LDL) dan lipo-protein berdensitas sangat rendah (very-low-density lipo-protein,VLDL) membawa lemak ke sel tubuh, termasuk sel endotel arteri, oksidasi kolesterol dan trigliserid menyebabkan pembentukan radikal bebas yang diketahui merusak sel-sel endotel.
2. Tekanan Darah Tinggi
Hipotesis ke dua mengenai terbentuknya arteriosklerosis di dasarkan pada kenyataan bahwa tekanan darah yang tinggi secara kronis menimbulkan gaya regang atau potong yang merobek lapisan endotel arteri dan arteriol. Gaya regang ter-utama timbul di tempat-tempat arteri bercabang atau membelok: khas untuk arteri koroner, aorta, dan arteri-arteri serebrum. Dengan robeknya lapisan endotel, timbul kerusakan berulang sehingga terjadi siklus peradangan, penimbunan sel darah putih dan trombosit, serta pembentukan bekuan. Setiap trombus yang terbentuk dapat terlepas dari arteri sehingga menjadi embolus di bagian hilir.
3. Infeksi Virus
Hipotesis ke tiga mengisyaratkan bahwa sebagian sel endotel mungkin terinfeksi suatu virus. Infeksi mencetuskan siklus peradangan; leukosit dan trombosit datang ke daerah tersebut dan terbentuklah bekuan dan jaringan parut. Virus spesifik yang diduga berperan dalam teori ini adalah sitomegalovirus, anggota dari famili virus herpes.
4. Kadar Besi Darah yang Tinggi
Hipotesis ke empat mengenai arterosklerosis arteri koroner adalah bahwa kadar besi serum yang tinggi dapat merusak arteri koroner atau memperparah kerusakan yang di sebabkan oleh hal lain. Teori ini diajukan oleh sebagian orang untuk menjelaskan perbedaan yang mencolok dalam insidens penyakit arteri koroner antara pria dan wanita pramenopause. Pria biasanya mempunyai kadar besi yang jauh lebih tinggi daripada wanita haid.1,4

MANIFESTASI KLINIK
Gejala klinis :

- Sesak napas mulai dengan napas yang terasa pendek sewaktu melakukan aktivitas yang cukup berat, yang biasanya tak menimbulkan keluhan. Makin lama sesak makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan.

- Klaudikasio intermiten, suatu perasaan nyeri dan keram di ekstremitas bawah, terjadi selama atau setelah olah raga Peka terhadap rasa dingin

- Perubahan warna kulit.

- Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri.

- Nyeri dada serupa dengan angina tetapi lebih intensif dan lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin

- Dada rasa tertekan seperti ditindih benda berat, leher rasa tercekik.

- Rasa nyeri kadang di daerah epigastrikum dan bisa menjalar ke punggung.

- Rasa nyeri hebat sekali sehingga penderita gelisah, takut, berkeringat dingin dan lemas.

Laboratorium :
Pemeriksaan laboratorium tidak begitu penting dalam diagnosis PJK. Walaupun demikian untuk menying-kirkan diagnosis infark jantung akut sering dilakukan pe-meriksaan enzim CPK, SGOT atau LDH. Enzim tersebut akan meningkat kadarnya pada infark jantung akut sedangkan pada angina kadarnya masih normal.
Pemeriksaan lipid darah seperti kolesterol, HDL, LDL, trigliserida dan pemeriksaan gula darah perlu dilakukan untuk mencari faktor risiko seperti hiperlipidemia dan/atau diabetes melitus.
Kadar kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang, atau di atas 200 mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap beresiko khusus mengidap penyakit arteri koroner.

Radiografik : Foto rontgen dada seringmenunjukkan bentuk jantung yang normal; pada pasien hipertensi dapat terlihat jantung membesar dan kadang-kadang tampak adanya kalsifikasi arkus aorta.

PENATALAKSANAAN :
Dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Umum

2. Mengatasi iskemia yang terdiri dari :

a. Medikamentosa

b. Revaskularisasi

Penatalaksanaan Umum

1. Penjelasan mengenai penyakitnya; pasien biasanya tertekan, khawatir terutama untuk melakukan aktivitas.

2. Pasien harus menyesuaikan aktivitas fisik dan psikis dengan keadaan sekarang

3. Pengendalian faktor risiko

4. Pencegahansekunder.

Karena umumnya sudah terjadi arteriosklerosis di pem-buluh darah lain, yang akan berlangsung terus, obat pen-cegahan diberikan untuk menghambat proses yang ada. Yang sering dipakai adalah aspirin dengan dosis 375 mg, 160 mg, 80mg.

5. Penunjang yang dimaksud adalah untuk mengatasi iskemia akut, agar tak terjadi iskemia yang lebih berat sampai infark miokardium. Misalnya diberi O2.

Mengatasi Iskemia
Medikamentosa

1. Nitrat, dapat diberikan parenteral, sublingual, buccal, oral,transdermal dan ada yang di buat lepas lambat

2. Berbagai jenis penyekat beta untuk mengurangi kebutuhan oksigen. Ada yang bekerja cepat seperti pindolol dan pro-panolol. Ada yang bekerja lambat seperti sotalol dan nadolol. Ada beta 1 selektif seperti asebutolol, metoprolol dan atenolol.

3. Antagonis kalsium

Revaskularisasi

1. Pemakaian trombolitik

2. Prosedur invasif non operatif, yaitu melebarkan aa coronaria dengan balon.

3. Operasi. 2

BAB III
PEMBAHASAN

Pada skenario di atas disebutkan bahwa pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Nyeri dada dapat disebabkan oleh :
— nyeri yang berasal dari otot dinding thorax (neuromusculardisorders)
— Costo chondritis pada dinding dada (sindroma Tietze)
— Splenic-flexure syndrome
— fraktur tulang rusuk
— herpes zoster
— aneurysma aorta disectans
— pleuro pneumonia
— etelectosis
— pneumo thorax spontan
— emboli paru-paru
— malignancy pada paru-paru
— pericarditis
— prolaps katup mitral
— hypertensi pulmonal
— cardiomyopathia
— idiopathic hypertrophic subaortic stenosis
— stenosis katup aorta
— spasme oesophagus atau spasme cardia lambung
— hernia hiatus
— ulcus pepticum yang actif
— cholecystitis
— pancreatitis
— abses subdiaphragmatic
— kekhawatiran yang psychogenic (cardiac neurosis).5
Pada kasus ini pasien mempunyai 2 faktor resiko yang memperbesar kemungkinan menderita PJK yaitu merokok dan riwayat orang tua. Merokok meningkatkan resiko kematian akibat pengaruh PJK sebesar 1,4 hingga 2,4 kali lipat (bahkan pada perokok ringan), dan pada perokok berat meningkat hingga 3,5 kali. Mengisap rokok dengan kadar tar dan nikotin yang rendah tidak menurunkan resiko ini secara bermakna, namun resiko ini secara bermakna akan berkurang apabila berhenti merokok sama sekali. Tidak jelas bagaimana merokok menyebabkan aterosklerosis. Penyebab yang mungkin adalah perangsangan sistem saraf simpatis oleh nikotin, pergantian O2 di dalam molekul Hb dengan karbon monoksida, peningkatan daya lekat trombosit dan meningkatkan permeabilitas endotel yang dirangsang oleh unsur pokok dalam rokok4 . Faktor resiko yang kedua yaitu riwayat ayahnya yang menderita penyakit jantung koroner. PJK sebagian besar disebabkan oleh aterosklerosis yang sering dihubungkan dengan keadaan hiperkolesterolemia. Pada hiperkolesterolemia familial, kolesterol plasma sangat meningkat sejak lahir sehingga infark miokard dapat terjadi pada anak-anak. Penyebab utama adalah kelainan gen reseptor LDL yang berafinitas tinggi yang mencegah ambilan LDL dari sel. Kelainan ini akan menyebabkan : (1) berkurangnya transkripsi reseptor; (2) protein reseptor tetap di retikulum endoplasma; (3) berkurangnya pengumpulan reseptor ke dalam membran sel; (4) berkurangnya ikatan LDL; (5) endositosis abnormal. Kolesterol serum akan meningkat karena: pertama, ambilan sel terhadap LDL kaya kolesterol berkurang, dan kedua jaringan ekstra hepatik mensintesis lebih banyak kolesterol akibat berkurangnya ambilan LDL di jaringan ini gagal menghambat aksi 3-HMG-KoA reduktase yang berfungsi merangsang sintesis kolesterol.1,4
Selain kedua faktor diatas ada dua faktor lagi yang penting yaitu diabetes dan esterogen. Pada diabetes ada 3 mekanisme penting yang bisa menyebabkan kelainan pembuluh darah, antara lain : (1) Hiperglikemia menyebabkan produksi faktor pembekuan yang mengandung unsur gula seperti fibrinogen dan faktor pembekuan V-VIII menjadi berlebihan. Oleh karena itu, pada DM akan mudah sekali terjadi trombus. (2) Glukosa yang berlebihan akan diserap sel. Selanjutnya, pada sel yang mengandung enzim aldosareduktase glukosa akan diubah menjadi sorbitol. Jika peristiwa ini terjadi di sel endotel akan menyebabkan permeabilitas vaskuler yang menurun. (3) Glukosa yang terikat ke gugus protein akan terjadi reaksi amidori yang menghasilkan produk akhir AGE. AGE berikatan dengan reseptornya di membran sel sehingga dapat meningkatkan pengendapan kolagen di membran basalis.
Peranan estrogen dalam patogenesis aterosklerosis diduga berhubungan dengan kadar besi tubuh. Kadar besi yang tinggi diduga dapat merusak endotel pembuluh darah. Pria biasanya mempunyai kadar besi yang jauh lebih tinggi daripada wanita haid. Sehingga sebelum menopause resiko PJK pada pria lebih tinggi dari wanita. Namun, pada suatu penelitian wanita postmenopause yang diberi estrogen tidak menurunkan resiko PJK secara signifikan. Oleh karena itu penulis belum menemukan hubungan antara estrogen dengan resiko PJK.

Pada skenario ini, satu-satunya keluhan yang dialami pasien adalah adanya nyeri dada, sedangkan pada pemeriksaan fisik dan anamnesis semuanya normal/tidak ada kelainan. Informasi yang didapat dari anamnesis pasien sebenarnya kurang lengkap, karena kita tidak tahu seperti apa rasa nyeri pada dada yang dialami oleh pasien. Apakah itu seperti ditusuk-tusuk, terbakar ataupun seperti rasa tertekan, berat atau penuh di dada. Berapa lama rasa nyeri itu timbul. Apakah nyeri dada tersebut sebelumnya sudah pernah terjadi dan sejauh ini sudah berapa kali. Keterangan seperti ini setidaknya akan membantu memberi gambaran awal apakah pasien menderita kelainan jantung atau tidak dan jenis dari serangan anginanya.
Dari keterangan yang ada pada skenario, penulis menduga pasien menderita angina psikogenik/sindrom DaCosta sedangkan Diferensial diagnosisnya adalah angina tak stabil, angina stabil, STEMI (ST elevation myocardial infarction), dan NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction). Dari ke-empat diferensial diagnosis di atas, angina tak stabil, STEMI dan NSTEMi merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA).
Angina psikogenik/sindrom DaCosta adalah nyeri dada yang timbul pada orang yang takut mengalami serangan jantung (terutama pada orang yang mempunyai riwayat keluarga pernah mengalami serangan jantung) (Lecturer note galih). Nyeri dada yang timbul berupa rasa seperti ditusuk dan terletak pada bagian apeks jantung.
Angina tak stabil dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis, penatalaksanaan keduanya-pun tidak berbeda. Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi UA (unstable angina) menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung, seperti: troponin maupun CK-MB. Gambaran klinis UA, antara lain: nyeri dada > 20 menit, dapat disertai sesak napas, mual sampai muntah, terkadang disertai keringat dingin, sedangkan pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas
Pada STEMI diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan pada EKG elevasi ST>2 mm, minimal pada sadapan 2 ekstremitas, troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis. Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat, ekstremitas pucat disertai keringat dingin, nyeri dada substernal > 30 menit, tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung I dan split paradoksikal bunyi jantung II, dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik, dan peningkatan suhu sampai 38˚C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI.
Pada angina pectoris stabil, nyeri dada timbul mulai dari beberapa menit sampai < 20 menit, yang tadinya agak berat akan berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali atau baru timbul pada beban/stress tertentu). Pada sebagian pasien lainnya, nyeri dadanya bahkan berkurang sampai akhirnya hilang (asimtomatik), walaupun sebetulnya tanda iskemia tetap dapat terlihat pada EKG istirahatnya, sedangkan pasien-pasien yang lain yang juga asimtomatik dapat mempunyai hasil EKG istirahat yang normal, dan iskemia baru terlihat pada stres tes. Pemeriksaan fisik pada kebanyakan pasien menunjukkan hasil yang normal, namun dapat juga didapatkan adanya kelainan seperti aritmia, gallop, murmur, split S2 paradoksal dan ronki basah basal paru apabila pemeriksaan dilakukan pada saat serangan nyeri.2,5
BAB IV
KESIMPULAN

SIMPULAN

1. Penyakit jantung koroner merupakan kelainan miokardium akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh arteriosklerosis yang merupakan proses degeneratif meskipun di pengaruhi oleh banyak faktor.
2. Penyebab penyakit jantung koroner adalah terjadinya penyempitan aliran darah ke otot jantung yang terjadi akibat penebalan lapisan tunika intima dan rupturnya plak yang diikuti oleh pembentukan trombus.
3. Pada penyakit jantung arteriosklerosis di kenal 2 keadaan ketidakseimbangan Masukan kebutuhan oksigen yaitu terjadi hipoksemi karena kelainan vaskular dan hipoksia karena kekurangan oksigen dalam darah.
4. Pada saat serangan EKG akan menunjukkan depresi segmen ST dan gelombang T dapat menjadi negatif.
5. Pasien menderita angina psikogenik.



SARAN

1. Anamnesis dilakukan lebih mendalam.
2. Perkembahan kesehatan pasien terus diawasi.
4. Pasien diberikan penjelasan tentang penyakitnya.
3. Dilakukan terapi paliatif dan psikologi.




BAB V
DAFTAR PUSTAKA


1. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 1994. Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta : Binarupa Aksara. pp: 1- 404.
2. Santoso M., Setiawan T. 2005. Penyakit Jantung Koroner. www.kalbe.co.id.
3. Kusumawidjaja. Patologi. Jakarta: FKUI 1996. pp: 110 – 16.
4. S. Silbernagl, F. Lang. 2007. Patofisiologi. Jakarta : EGC. pp: 176-249.
5. Abdurrahman, Nurhay. 1983. Angina Pektoris. www.kalbe.co.id.
6. Manson, JoAnn E. Et all. 2003. Estrogen Plus Progestin and the Risk of Coronary Heart Disease. www.nejm.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar