Minggu, 22 Februari 2009

Penaggulangan demam berdarah

I. PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi virus yang dibawa melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepty. Biasanya ditandai dengan demam yang bersifat bifasik selama 2-7 hari, ptechia dan adanya manifestasi perdarahan.
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) sampai saat ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk.
Di Indonesia, DBD telah menjadi masalah kesehatan masyarakat selama 30 tahun terakhir dan telah menyebar di seluruh provinsi dan 75% dari seluruh jumlah kabupaten atau kota. Jumlah kasus DBD pada tahun 2007 telah mencapai 239.695 kasus, dengan angka kasus baru (insidensi rate) 64 kasus per 100.000 penduduk. Total kasus meninggal adalah 1.395 kasus (case fatality rate sebesar 1%). Pada saat ini kasus DBD dapat ditemukan di seluruh propinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan Kejadian Luar Biasa (KLB) DBD. Angka insidensi secara nasional berfluktuatif dari tahun ke tahun.
Meningkatnya peran aktif masyarakat dalam pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD merupakan kunci keberhasilan upaya pemeberantasan penyakit DBD. Untuk mendorong meningkatnya peran aktif masyarakat, maka upaya-upaya KIE, social marketing, advokasi dan berbagai penyuluhan dilaksanakan secara intensif dan berkesinambungan melalui berbagai media massa dan sarana. Selain itu juga diperlukan suatu optimalisasi pendelegasian wewenang pengelolaan program kepada kabupaten atau kota. Dengan begitu, pelayanan kesehatan dapat berjalan dengan cepat dan tepat.Yang dimaksud dengan pelayanan kesehatan menyeluruh adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif (penyuluhan kesehatan), preventif (pencegahan), kuratif (penyembuhan penyakit) maupun rehabilitatif (pemulihan kesehatan) dan ditujukan untuk semua golongan umur dan jenis kelamin.
Tujuan Pembelajaran:
Setelah melakukan kegiatan laboratorium lapangan, diharapkan mahasiswa mampu:
1. Menjelaskan berbagai cara penanggulangan DBD di Indonesia
2. Melakukan penyelidikan epidemiologi
3. Menentukan tindakan penanggulangan yang harus diambil dari hasil penyelidikan epidemiologi
4. Menentukan adanya kejadian KLB DBD
5. Menjelaskan cara penanggulangan KLB DBD
6. Menjelaskan cara evaluasi penanggulangan KLB-DBD
1
II. KEGIATAN YANG DILAKUKAN
1. Mendemonstrasikan form-form pelaporan yang ada di puskesmas.
2. Mendemonstrasikan pencatatan laporan DBD dalam buku catatan harian penderita DBD.
3. Mendemonstrasikan persiapan alat yang akan dipakai dalam PE (tensimeter anak, senter, form PE, dan abate)
4. Menjelaskan koordinasi yang dilakukan petugas Puskesmas dengan Lurah/kades/RT/RW setempat untuk melaksanakan PE.
5. Mendemonstrasikan atau melaksanakan kunjungan ke rumah tersangka/penderita DBD untuk mencari kasus tambahan DBD dengan menanyakan ada tidaknya pendrita panas 1 minggu sebelum nya dengan sebab yang tidak jelas dan kemudian melakukan uji Rumple Leed.
6. Melakukan pemeriksaan jentik di tandon air dalam atau luar rumah (sampai dengan radius 100 meter dari rumah penderita)
7. Memberi larvasida atau memberitahukan perlunya PSN jika menemukan jentik.
8. Mencatat hasil pemeriksaan di form PE.
9. Melakukan analisis data.
9.1. Adanya transmisi penyakit dilihat dari adanya penderita panas >3 orang dan adanya jentik di sekitar rumah. Seluruh kontainer yang berisi air di dalam dan di luar rumah diperiksa.
9.2. Menghitung House Index

Pelaksanaan di Lapangan:
Penyelidikan epidemiologi dilakukan setelah kita menerima daftar penderita DBD dari Puskesmas Ngronggah II. Diketahui penderita bernama anak Alvin berusia 8 tahun beralamat di Jalan Cemani Baru RT 05/RW 14 Cemani, Grogol, Kab. Sukoharjo. Gejala demam muncul tanggal 8 Juni 2008, dirawat di RS dr. Oen, keluar dengan keadaan sehat pada tanggal 15 juni 2008 Langkah pertama yang dilakukan adalah meminta ijin kepada Lurah di wilayah Grogol, setelah mendapatkan ijin, kita membagi personil yang berjumlah 11 orang menjadi 5 kelompok kecil, setiap kelompok terdiri dari 2-3 personil yang akan masuk ke setiap rumah yang berada di radius 100 meter atau ± 20 rumah di sekitar rumah penderita.
Ketika masuk ke rumah-rumah penduduk, hal yang diselidiki adalah:
1. Menacari tersangka DBD yang lain dengan cara menanyakan ada tidaknya penderita panas dalam kurung waktu 1 minggu sebelumnya. Bila ada, dilakukan uji rumplee leeds dan menganjurkan untuk memeriksa darah (trombosit)
2
2. Mencari penderita tambahan dalam periode 3 minggu terakhir dengan gejala panas 2-7 hari tanpa sebab jelas, penderita dengan tanda DBD (dengan tanda perdarahan atau RL +), dan penderita meninggal dengan tanda DBD.
3. Memeriksa jentik di tempat penampungan air di dalam dan di luar rumah.
4. Hasil permeriksaan jentik dicatat dalam formulir Penyelidikan Epidemiologi (PE).
Dusun cemani sebelumnya telah mendapatkan fogging pada beberapa minggu sebelumnya, dan dari hasil pembahasan di bawah ternyata di dusun Cemani tidak terdapat penderita atau suspect penderita baru, sehingga keadaan dusun Cemani telah dinyatakan bebas dari wabah demam berdarah untuk sementara waktu.
Dari hasil wawancara dengan kakek anak Alvin, diketahui bahwa sebenarnya domisili tetap anak Alvin bukan di dusun Cemani, melainkan di desa Ngronggah. Anak Alvin hanya dititipkan kepada kakeknya yang beralamat di dusun Cemani tersebut selama kedua orang tuanya bekerja. Biasanya setelah pulang dari bekerja di sore hari, ayahnya akan menjemputnya pulang ke rumah orang tuanya yang beralamat di desa Ngronggah. Karena alasan itu, pada hari ke-2 juga diperiksa dusun Ngronggah.
Di dusun Ngronggah sendiri juga terdapat mantan penderita DBD yang lain bernama adik Yusuf yang timbulnya gejala hampir bersamaan dengan Alvin. Sebelum melakukan penyelidikan epidemiologi, kita berkunjung ke rumah Yusuf terlebih dahulu. Setelah itu baru melakukan penyelidikan epidemiologi 100 meter di sekitar rumah Yusuf.
Setelah melakukan penyelidikan epidemiologi dilakukan, selanjutnya adalah melakukan analisis data dari hasil observasinya.

III. PEMBAHASAN
Setelah dilihat dari data yang diperoleh bahwa hari pertama (penyelidikan epidemiologi di dusun Cemani) tidak ditemukan adanya penderita atau tersangka DBD lainnya, ditemukan 2 mantan penderita DBD positif tapi sudah dirawat dan sembuh lebih dari 3 minggu yang lalu, ditemukan juga penderita demam tapi sudah diperiksa dan didiagnosis terkena penyakit tifus oleh dokter. Dari hasil pemeriksaan house Index (HI), terhitung HI=33,3 % berarti tindakan yang dilakukan adalah PSN, larvasida selektif, dan penyuluhan.
Pada hari kedua (penyelidikan epidemiologi di desa Ngronggah) ditemukan 1 orang penderita DBD, dengan tanda 3 hari demam tinggi, mimisan, muntah darah, dan tenggorokan gatal. dan dalam kurun waktu tiga minggu ke belakang terdapat 4 orang panas tanpa sebab. Dari hasil pemeriksaan house index (HI), terhitung HI=45,45% berarti diambil tindakan PSN, larvasida selektif, penyuluhan, dan pengasapan.
3
Penyuluhan PSN plus-DBD fogging radius 200 meter
Penyuluhan PSN plus-DBD
Penyelidikan epidemiologi
Ada penderita DBD lain atau 3 kasus penderita panas tanpa jelas penyebabnya dan ada jentik
Penderita/tersangka DBD
YA
TIDAK















Tindakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) DBD Plus PSN DBD dilakukan dengan cara 3 M, yakni: Menguras (bak mandi); Menutup tempat penampungan air dan Mengubur/membuang barang bekas yang dapat menampung air hujan.
Selain itu, pada PSN biasanya diiringi dengan menaburkan larvasida. Larvasida (insektisida untuk membunuh larva), misalnya Abate/Altosoid, deiberikan pada tempat penampungan yang tidak bisa dikuras di rumah maupun di tempat umum. Kegiatan Abatisasi, baik selektif maupun massal harus dilakukan secara rutin di wilayah kerja Puskesmas. Kegitan abatisasi dilakukan setiap empat kali dalam setahun. Pada kegiatan ini dilakukan pemberian bubuk abate secara gratis pada kelurahan wilayah kerja puskesmas. Selain itu di puskesmas sendiri disediakan bubuk abate sehingga hal ini memudahkan bagi masyarakat untuk menggunakannya. Juga dianjurkan untuk menyebar ikan pada tempat penampungan air.
Kegiatan penyuluhan tentang DBD merupakan salah satu program promosi kesehatan yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Sukarami. Penyuluhan tidak hanya dilakukan saat penyakit tersebut mewabah. Khusus untuk penyakit DBD program penyuluhan berkala dilakukan antara bulan Desember sampai Februari, mengingat pada bulan-bulan tersebut curah hujan cukup tinggi dan memungkinkan bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes Aegypti. Penyuluhan biasanya dilakukan di sekolah, kelurahan dan kecamatan, Posyandu. Selain itu juga dilakukan penyuluhan kepada kader-kader puskesmas di wilayah kerja puskesmas Grogol II

4
Pengasapan insektisida (fogging/ULV) dilakukan di seluruh wilayah dengan kriteria desa/kelurahan dengan KLB pada rumah-rumah/ lingkungan pada radius 200 m dari penderita atau
tersangka. Alat dan bahan yang dipakai adalah mesin Ultra Low Voltage (ULV) dan insektisida sesuai dosis. Fogging dilakukan pagi hari (06.00-08.30) atau sore (17.00-19.30) saat hari tidak hujan dan kecepatan angin 3-13 km/jam. Pengasapan dilakukan 2 siklus dengan interval satu minggu. Pada saat pengasapan, jendela dan pintu rumah harus dibuka lebar dan minuman ditutp binatang dan manusia harus dijauhkan dari mesin ULV.
Penyemprotan insektisida dengan meisn fog dilakukan dengan mesin Fog. Cara ini agak berbeda dengan cara pengasapan. Pada penyemprotan dengan mesin fog, pintu dan jendela rumah ditutup kecuali pintu yang akan dilewati petugas fogging. Pintu dan jendela rumah harus dibuka sedikitnya 15 menit setelah penyemprotan. Petugas harus mengguanakan alat pelindung googles, sarung tangan, baju lengan panjang, topi tepi lebar, masker penutup mulut dan hidung, sepatu boot dari karet atau plastik. Penyemprotan dilakukan secara mundur dari belakang rumah ke depan atau pada lantai atas ke lantai di bawahnya.

IV. PENUTUP
Simpulan:
ü Wabah demam berdarah yang ada pada dusun Cemani telah menghilang, mungkin disebabkan oleh pemberian fogging dan kesadaran masyarakat yang semakin meningkat dengan adanya beberapa kasus demam berdarah di dusun tersebut.
ü Pada dusun Cemani cukup diberikan PSN plus dan penyuluhan.
ü Harus dilakukan pengasapan pada desa Ngronggah karena terdapat 1 orang tersangka penderita DBD (kemungkinan besar DBD), dan 4 orang panas tanpa sebab yang jelas.
ü Pada desa Ngronggah diberikan pengasapan, PSN plus, dan penyuluhan.
Saran:
ü Meningkatkan status imun anak usia 0-10 tahun dengan cara pemberian gizi yang cukup serta meningkatkan hiegene perorangan untuk mengurangi angka kejadian DBD.
ü Meningkatkan penyuluhan mengenai pemberantasan sarang nyamuk terutama di tingkat RT dan kelurahan dan sekolah-sekolah sehingga nilai ABJ dapat lebih ditingkatkan sampai angka ≥ 95%.
ü Mengadakan kerjasama dengan praktek dokter swasta atau tempat pelayanan kesehatan lainnya yang berada di wilayah kerja Puskesmas Grogol II dalam pendataan penderita DBD.



5

Tidak ada komentar:

Posting Komentar