Minggu, 22 Februari 2009

Pernafasan dan jantung

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap makhluk hidup bernapas setiap saat. Secara harafiah, pernapasan adalah pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke sel dan keluarnya karbon dioksida (CO2) dari sel ke udara bebas (Wilson, 2005). Pemakaian O2 dan pengeluaran CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh. Sebagian besar sel-sel tubuh kita tidak dapat melakukan pertukaran gas-gas langsung dengan udara sehingga diperlukan suatu struktur tertentu untuk menukar maupun mengangkut gas-gas tersebut. Struktur tersebut dinamakan sistem pernapasan (sistem respirasi). Gangguan pada sistem pernapasan akan menyebabkan gangguan fungsi berbagai sel tubuh dan akan menimbulkan berbagai macam manifestasi klinis.
Pada skenario 3 Blok Sistem Respirasi ini terdapat seorang laki-laki berumur 30 tahun dengan kebiasaan merokok, datang ke IGD dengan keluhan utama batuk darah sebanyak 250 cc sejak 1 hari yang lalu. Penderita mengeluh batuk dengan dahak sulit keluar sejak 2 bulan yang lalu diikuti demam hilang timbul dan keringat malam. Penderita 2 hari ini tidak mau makan dan berat badannya menurun 4 kg. Tiga tahun yang lalu, penderita pernah sakit paru dengan suara serak dan telah mendapat pengobatan paket dari Puskesmas selama 6 bulan. Saat mendapat pengobatan tersebut, penderita pernah dirawat di rumah sakit karena muntah-muntah dan mata kuning. Penderita mempunyai 2 anak yang masih balita. Ayah penderita meninggal karena penyakit paru menular dan penyakit jantung 6 tahun yang lalu. Pada hasil pemeriksaan didapatkan tekanan darah 100/ 60, konjungtiva pucat, auskultasi suara amforik pada paru kanan dan didapatkan pembesaran kelenjar leher. Pemeriksaan darah belum ada hasil. Foto torak tampak gambaran fibroinfiltrat dan kavitas di paru kanan, sedangkan pada apex paru kiri tampak gambaran sarang tawon. Penderita direncanakan melakukan pemeriksaan sputum, biopsi jarum halus (BJH) pada kelenjar leher dan bila perlu bronkoskopi. Penderita ditenangkan, diajarkan agar tidak takut untuk membatukkan. Batuk darah ditampung dan dimonitor volumenya.
Berdasarkan skenario di atas, penulis akan berusaha membahas dan mempelajari ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem respirasi guna mengetahui dan menyelesaikan masalah-masalah yang terdapat dalam skenario tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi, fisiologi, dan histologi sistem pernapasan?
2. Bagaimana mekanisme batuk darah?
3. Apa diagnosis banding dari penyakit penderita?
4. Apa hubungan penyakit paru penderita dengan penyakit paru menular dan penyakit jantung ayahnya?
5. Bagaimana patogenesis dan patofisiologi dari gejala-gejala yang dialami penderita?
6. Apa interpretasi hasil pemeriksaan penderita?
7. Bagaimana cara penegakan diagnosis penyakit penderita?
8. Bagaimana penatalaksanaan penyakit penderita?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran sistem respirasi terutama yang berkaitan dengan skenario.
2. Mampu menerapkan ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem respirasi untuk memecahkan masalah dalam skenario.
3. Memenuhi tugas individu tutorial skenario 3 Blok XII Sistem Respirasi.
D. Manfaat Penulisan
Penulisan laporan ini diharapkan dapat sebagai sarana pembelajaran mahasiswa dalam rangka mempelajari dan memahami ilmu-ilmu dasar kedokteran dan ilmu kedokteran klinik sistem respirasi.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Sistem Pernapasan
B. Batuk Darah
C. Tuberkulosis Paru (TB Paru)

BAB III
PEMBAHASAN
Pada skenario ini, satu-satunya keluhan yang dialami pasien adalah adanya nyeri dada, sedangkan pada pemeriksaan fisik dan anamnesis semuanya normal/tidak ada kelainan. Informasi yang didapat dari anamnesis pasien sebenarnya kurang lengkap, karena kita tidak tahu seperti apa rasa nyeri pada dada yang dialami oleh pasien. Apakah itu seperti ditusuk-tusuk, terbakar ataupun seperti rasa tertekan, berat atau penuh di dada. Berapa lama rasa nyeri itu timbul. Apakah nyeri dada tersebut sebelumnya sudah pernah terjadi dan sejauh ini sudah berapa kali. Keterangan seperti ini setidaknya akan membantu memberi gambaran awal apakah pasien menderita kelainan jantung atau tidak dan jenis dari serangan anginanya.
Dari keterangan yang ada pada skenario, penulis menduga pasien menderita angina psikogenik/sindrom DaCosta sedangkan Diferensial diagnosisnya adalah angina tak stabil, angina stabil, STEMI (ST elevation myocardial infarction), dan NSTEMI (non ST elevation myocardial infarction). Dari ke-empat diferensial diagnosis di atas, angina tak stabil, STEMI dan NSTEMi merupakan bagian dari spektrum sindrom koroner akut (SKA) (1630, 2006).
Angina psikogenik/sindrom DaCosta adalah nyeri dada yang timbul pada orang yang takut mengalami serangan jantung (terutama pada orang yang mempunyai riwayat keluarga pernah mengalami serangan jantung) (Lecturer note galih). Nyeri dada yang timbul berupa rasa seperti ditusuk dan terletak pada bagian apeks jantung.
Angina tak stabil dan NSTEMI merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gambaran klinis, penatalaksanaan keduanya-pun tidak berbeda (Alwi dan Harun, 2006). Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi UA (unstable angina) menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker jantung, seperti: troponin maupun CK-MB (1621, 2006; Alwi dan Harun, 2006). Gambaran klinis UA, antara lain: nyeri dada > 20 menit, dapat disertai sesak napas, mual sampai muntah, terkadang disertai keringat dingin, sedangkan pada pemeriksaan fisik seringkali tidak ada yang khas (1621, 2006).
Pada STEMI diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis nyeri dada yang khas dan pada gambaran EKG terdapat elevasi ST ≥2mm, minimal pada 2 sadapan ekstremitas, troponin T yang meningkat dapat memperkuat diagnosis (1630, 2006). Pada pemeriksaan fisik, sebagian besar pasien cemas dan tidak bisa istirahat, ekstremitas pucat disertai keringat dingin, nyeri dada substernal > 30 menit, tanda fisis lain pada disfungsi ventrikular adalah S4 dan S3 gallop, penurunan intensitas bunyi jantung I dan split paradoksikal bunyi jantung II, dapat ditemukan murmur midsistolik atau late sistolik, dan peningkatan suhu sampai 38˚C dapat dijumpai dalam minggu pertama pasca STEMI (1630, 2006).
Pada angina pectoris stabil, nyeri dada timbul mulai dari beberapa menit sampai < 20 menit, yang tadinya agak berat akan berangsur-angsur turun kuantitas dan intensitasnya dengan atau tanpa pengobatan, kemudian menetap (misalnya beberapa hari sekali atau baru timbul pada beban/stress tertentu)(1626, 2006). Pada sebagian pasien lainnya, nyeri dadanya bahkan berkurang sampai akhirnya hilang (asimtomatik), walaupun sebetulnya tanda iskemia tetap dapat terlihat pada EKG istirahatnya, sedangkan pasien-pasien yang lain yang juga asimtomatik dapat mempunyai hasil EKG istirahat yang normal, dan iskemia baru terlihat pada stres tes. Pemeriksaan fisik pada kebanyakan pasien menunjukkan hasil yang normal, namun dapat juga didapatkan adanya kelainan seperti aritmia, gallop, murmur, split S2 paradoksal dan ronki basah basal paru apabila pemeriksaan dilakukan pada saat serangan nyeri (1626, 2006).
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
1. Diagnosis penyakit yang dialami penderita dalam skenario tiga Blok XII Sistem Respirasi mengarah ke tuberkulosis paru.
2. Penemuan kuman M. tuberculosis melalui pemeriksaan dahak mikroskopis diperlukan untuk memastikan diagnosis tuberkulosis paru penderita.
3. Penderita harus segera mendapat penatalaksanaan berupa pengobatan dengan OAT setelah diagnosis tuberkulosis paru ditetapkan.
B. Saran
1. Sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan penunjang terutama pemeriksaan dahak mikroskopis agar diagnosis penderita dapat segera ditegakkan dan penderita dapat menerima penatalaksanaan yang tepat.
2. Sebaiknya dilakukan imunisasi BCG kepada anak sedini mungkin agar mengurangi kemungkinan untuk terinfeksi M. tuberculosis kelak.








DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z. dan Bahar, A. 2007. “ Tuberkulosis Paru “ in Sudoyo, A.W (ed) et.al. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Amin, Zulkifli. 2007. “Manifestasi Klinik dan Pendekatan Pada Pasien Dengan kelainan Sistem Pernapasan” in Sudoyo A.W (ed) et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta :EGC.
Arief, Muhammad Tq. 2008. Histologi Sistem Respirasi. Disampaikan pada kuliah Blok Sistem Respirasi semester III pada Selasa, 02 Desember 2008 Fakultas Kedokteran UNS Surakarta.
Katzung, Bertram G. 1998. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI . Jakarta: EGC.
Pitoyo, Ceva W. 2007. ”Hemoptisis” in Sudoyo A.W (ed) et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi 4 Jilid 1. Jakarta :EGC.
Price, S. A dan Standridge, M. P. 2005. ”Tuberkulosis Paru” in Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2005 Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. alih bahasa Bhram U. Pendit et.al, editor edisi bahasa Indonesia Huriawati Hartanto et.al. Jakarta: EGC.
Robbins, S. L., Cotran, R. S., dan Kumar, V. 1999. Buku Saku Dasar Patologi Penyakit Edisi 5. alih bahasa Ahmad Tjara et.al, editor edisi bahasa Indonesia Vivin Sadikin. Jakarta: EGC.
Tim Field Lab FK UNS dan UPTD Puskesmas Sibela Surakarta. 2008. Manual Field Lab: Pengendalian Penyakit Menular Tuberkulosis. Surakarta: Bagian IKM FK UNS.
Ward, Jeremy P.T. et al. 2007. At a Glance Sistem Respirasi Edisi 2. Alih bahasa: Huriawati Hartanto. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Wilson, L. M. 2005. ”Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernapasan; Pola Obstruktif pada Penyakit Pernapasan; Tanda dan Gejala Penting pada Penyakit Pernapasan”, in Price, S. A. dan Wilson, L. M. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Edisi 6 Volume 2. alih bahasa Bhram U. Pendit et.al, editor edisi bahasa Indonesia Huriawati Hartanto et.al. Jakarta: EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar